Selasa, 22 April 2008

Minggu, 20 April 2008

"KARTINI" DAN GERBONG REFORMASI

Menyambut Hari Kartini 21 April

Oleh Andi Gunawan

Emansipasi wanita/perempuan kerap disalah artikan oleh sebgaian dari kita, yaitu dengan mengejar karir setinggi langit, kesetaraan jender yang kebablasan, bahkan dengan mengorbankan kodratnya sebagai perempuan. Padahal sesungguhnya apa yang diperoleh dari itu semua terlebih mengorbankan kodratnya sebagai perempuan adalah kekalahan bagi perempuan yang paling telak.

Kodrat perempuan yang lazim kita kenal adalah bahwa setelah seorang perempuan menikah, kemudian akan mengurus keperluan suaminya, melahirkan anak dan menjaganya hingga dewasa. Bentuk kehidupan bagi sebagaian perempuan seperti di atas adalah salah satu bentuk kebahagian yang paling alami, namun bagi sebagian yang lain bentuk kehidupan tersebut adalah pengekangan dimana wanita tidak bebas bergerak dalam menentukan hidupnya sebagaimana laki-laki.

Atas dasar penolakan bentuk kehidupan di atas, maka sebagian perempuan menyuarkan adanya kesetaraan jender antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Kesetaraan tersebut lebih kita kenal dengan emansipasi wanita/perempuan.

Kesetaraan jender atau emansipasi wanita yang berasal dari barat terkadang kebablasan, mengejar karir setinggi langit dan melupakan kodratnya sebagai perempuan, akibatnya banyak perempuan di Negara-negara barat enggan menikah bahkan enggan untuk melahirkan. Efek yang paling fatal adalah pertumbuhan penduduk menjadi nol bahkan minus, ini artinya mengancam kelangsungan hidup umat manusia di negara tersebut.

Emansipasi yang disuarakan oleh Kartini, sebenarnya lebih menekankan pada tuntutan agar perempuan saat itu memperoleh pendidikan yang memadai, menaikkan derajat perempuan yang kurang dihargai pada masyarakat Jawa, dan kebebasan dalam berpendapat dan mengeluarkan pkiran. Pada masa itu tuntutan tersebut khususnya pada masyarakat Jawa adalah lompatan besar bagi perempuan yang disuarakan oleh perempuan.

Perintis kesetaraan jender di Indonesia tidak hanya Kartini, ada Tjut Nyak di Aceh yang memimpin sebuah pasukan perang mengusir penjajah menggantikan suaminya Teuku Umar. Tjut Nyak Dien merupakan salah satu contoh paling baik emansipasi wanita dan kesetaraan gender di Indonesia karena beliau adalah pemimpin tidak hanya bagi kaum wanita tapi juga laki-laki.

Perintis yang lainnya adalah Tjut Meutia, Laksamana Tjut Malahayati, Martha Kristina Tiahahu, Dewi Sartika dan sebagainya.

Dalam memperingati hari Kartini 21 April, yang kita harapkan tentu semangat Kartini dan perintis kesetaraan jender menjadi teladan bagi wanita Indonesia. Namun yang harus kita ingat bahwa dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidak melupakan kodratnya sebagai wanita.

Dibawah ini ada satu artikel menarik dari INTISARI on the Net, edisi April 2001 yang berjudul Emansipasi Wanita :

EMANSIPASI WANITA

Salah satu persepsi publik paling popular adalah anggapan bahwa makna emasipasi wanita adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Persepsi itu keliru, namun kaprah dipertahankan, sampai Menteri Urusan Wanita pun lantang mencanangkannya sebagai pekik perjuangan resmi kaum wanita Indonesia.

Makna emansipasi wanita sebenarnya bukan demi memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Apabila hak kaum wanita disamakan dengan pria, malah akan merugikan pihak wanita! Sebaliknya, hak kaum pria, secara kodrati, juga mustahil disamakan dengan wanita, akibat realita kewajiban masing-masing jenis kelamin dengan latar belakang biologis kodrati yang tidak sama.

Secara kodrati, meski dipaksakan dengan cara apa pun, kaum pria tidak mungkin melakukan perilaku kodrati wanita, seperti menstruasi, pregnasi, laktasi (datang bulan, mengandung (plus melahirkan), menyusui). Allah memang menciptakan sifat-sifat biologis kodrati pria beda dengan wanita. Bentuk alat kelamin pria juga diciptakan Allah, berbeda dari wanita, justru demi fungsi reproduksional agar makhluk manusia tidak punah.

Keliru sambil merugikan, jika kaum wanita berjuang untuk memperoleh hak yang sama dengan hak pria. Karena berdasar latar-belakang kodrati yang berbeda, di dunia tenaga kerja di Indonesia masa kini, kaum wanita justru memiliki kelebihan hak ketimbang pria, yakni cuti menstruasi, hamil sekaligus melahirkan. Dengan hak cuti dua hari setiap bulan di masa menstruasi, masih ditambah hak cuti tiga bulan = 90 hari di masa hamil dan melahirkan, seorang pekerja wanita malah memiliki kelebihan hak cuti selama: 90 + (12 x 2) = 114 hari ketimbang pria.

Apabila hak pekerja wanita disamakan dengan pekerja pria, maka langsung hak lebih 114 hari itu akan lenyap, demi kerugian wanita. Sebaliknya tidak ada alasan, bagi pekerja pria untuk disamakan hak cuti kodratinya dengan pekerja wanita, akibat latar belakang realita kodrati biologis kaum pria mustahil memenuhi syarat untuk memperoleh cuti. Menggelikan, jika pekerja pria menuntut hak cuti kodrati mereka, misalnya cuti ereksi, atau cuti menghamili, yang secara fisik sebenarnya cukup melelahkan itu. Yang lebih produktif sebenarnya adalah perjuangan agar pekerja wanita memperoleh hak atas imbalan gaji sesuai realita kemampuannya, setara dengan yang diterima pekerja pria dengan kemampuan sama.

Secara kultural, jika hak wanita disamakan dengan pria, juga merugikan wanita! Karena dengan persamaan hak, maka kaum wanita, terutama yang sedang hamil, akan kehilangan hak kultural untuk dilindungi, dan prioritas kemudahan di saat-saat khusus, seperti hak memperoleh tempat duduk yang layak di kendaraan umum, atau hak untuk terlebih dahulu diselamatkan di saat bencana atau kecelakaan, maupun hak untuk memperoleh prioritas kehormatan seperti dibukakan pintu mobil, dipayungi di saat hujan, dan aneka adat istiadat tata kesopanan yang menguntungkan kaum wanita lainnya.

Makna emansipasi wanita yang benar, adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan sektor informal belum sadar atas, apalagi memiliki, hak memilih dan menentukan nasib mereka sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral, dan hukum genderisme lingkungan sosio-kultural serba keliru. Belenggu budaya anakronistis itulah yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk memilih dan menentukan nasib sendiri.

MERAYAKAN HARI KARTINI

Merayakan hari Kartini bersama anak-anak biasanya identik dengan berpakaian daerah yang berwarna-warni, dan menyanyikan lagu-lagu daerah serta lagu Ibu Kita Kartini. Bagi saya, perayaan hari Kartini bukan semata-mata memperingati perjuangan Kartini, tapi sekaligus memperingati perjuangan para pahlawan wanita lainnya. Bahkan mungkin juga memperingati perjuangan kaum pria yang membantu para pejuang wanita kita.

Kebhinnekaan adalah kekayaan utama kita, tetapi tanpa pendidikan dasar yang benar bisa berbalik menjadi sumber petaka pertikaian. Apa yang diperjuangkan Kartini pada dasarnya adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi kaum wanita. Hal ini sesuai dengan konteks keadaan di Jawa pada tahun 1900, satu abad yang lalu! Raden Ajeng Kartini dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Pada waktu itu kaum pria lebih berpeluang mendapatkan pendidikan daripada kaum wanita. Seandainya Kartini ada pada saat ini, tentunya dia akan memperjuangkan hak setiap anak (entah pintar atau kurang pintar) untuk mendapatkan pendidikan.

Bila kita membaca buku kumpulan surat-surat Kartini, akan terasa benar betapa maju jalan berpikirnya sebagai seorang anak gadis yang hanya bersekolah sampai tingkat SD. Ada yang meragukan keaslian surat Kartini, tapi kalau membacanya secara lengkap rasanya terlalu sulit untuk mengatakan bahwa orang asing yang mengarang surat-surat itu karena isinya bisa menguraikan budaya Jawa secara demikian gamblang. Ironisnya, saat cukup banyak bangsa Indonesia yang meragukannya, malah orang asing lebih percaya dan berpikir bahwa surat-surat Kartini merupakan kritik pedas pada bangsa Belanda tapi diperhalus oleh Abendanon untuk tujuan politiknya.

Surat-surat Raden Ajeng Kartini dibukukan oleh Abendanon sebagai “Door Duisternis Tot Licht” pada tahun 1911. Dalam biografi Kartini di www.duniasastra.com, dijelaskan bahwa terjemahan sesungguhnya dari kalimat ini adalah: Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Armijn Pane yang memang sastrawan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1978 dengan kalimat yang lebih puitis “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Armijn Pane hanya mengambil 87 surat dari kumpulan surat-surat Kartini agar bisa lebih berkesan sebagai sebuah roman.

Louis Charles Damais hanya memilih 19 surat untuk diterjemahkan dengan sangat indah ke dalam bahasa Perancis berjudul “Lettres de Raden Adjeng Kartini, Java en 1900”. Surat-surat Kartini sendiri menurut pengantar dari buku ini selain diterjemahkan ke bahasa Belanda, bahasa Indonesia, juga pernah diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dan bahasa Spanyol. Surat seorang gadis Jawa dari tahun 1900 yang mendunia!

Membaca buku ini sendiri membawa saya pada proses pencerahan diri Kartini. Dari dalam kerinduannya akan pengetahuan dan pandangan awalnya yang mungkin memuja kemajuan dunia Barat. Lalu proses pendewasaan diri, dia mendapatkan pencerahan dan berhasil menemukan keindahan dalam budaya yang dimilikinya dan mencoba memajukan dengan mengedepankan pendidikan. Hal yang seharusnya masih bisa kita teruskan hingga saat ini.

Kartini memulai bersahabat pena dengan Stella karena dia menginginkan seorang teman wanita yang modern, seorang wanita yang memiliki kepercayaan diri, bisa berdiri sendiri, yang bisa memilih sendiri jalan kehidupannya, penuh antusiasme dan mau bekerja bukan untuk kesenangan pribadi semata melainkan juga untuk lingkungannya.

Kartini beruntung, Stella yang menjadi sahabat penanya adalah seorang gadis yang memiliki ide-ide feminis dan sosialis yang cukup maju pada saat itu. Banyak hal yang digali Kartini dari persahabatan melalui korespondensi dengan orang-orang yang memiliki budaya dan pendidikan yang berbeda darinya.

http://img230.imageshack.us/img230/9326/69517099lm8.jpgYang menarik untuk diperhatikan adalah pencerahan Kartini terhadap pemahaman agamanya sendiri. Pada awalnya ia mempertanyakan mengapa Al Qur’an harus dilafalkan tanpa ada kewajiban untuk memahami isinya. Dia mengerti benar bahwa agama seharusnya menjaga manusia dari berbuat dosa, tetapi sungguh banyak dosa yang diperbuat orang atas nama agama (Kompas, 2003). Betapa pendalaman yang benar terhadap agama akan membawa manusia menjauhi kekelaman dosa.

Kartini mengakui bahwa saling menolong dan membantu, serta saling mencintai itulah dasar dari segala agama. Walaupun dengan sangat kritis dia mengajukan berbagai pertanyaan dan kritik (seperti dalam hal poligami), tapi pada akhirnya dia yakin bahwa bagaimanapun ia akan tetap memeluk agamanya sendiri (Kompas, 2004). Dari menggali keberadaan agama-agama lain (termasuk agama Budha yang juga sering disebut dalam suratnya), dia memperoleh pencerahan yang memperkuat pelayanan keimanannya.

Ada yang mengatakan bahwa Kartini baru berpikir dalam konteks anak perempuan Jawa, tapi sebenarnya dia sudah berpikir melintasi batas regionalnya. Pada waktu mengembalikan beasiswa untuk studi di Batavia, ia mengusulkan seorang pemuda Sumatera untuk menggantikannya. Pemuda itu kemudian kita kenal sebagai Haji Agus Salim.

Dari buku terjemahan Damais ini saya terkesan pada surat Kartini yang menyatakan pembicaraannya dengan Van Kol. Van Kol menerangkan betapa besar kesulitan Kartini setelah belajar di negeri Belanda untuk pulang kembali ke negerinya. Bagaimana beberapa wanita Indonesia yang dikenalnya mengalami kesulitan karena menikah dengan orang Belanda, tidak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan di negeri Belanda sementara suaminya tidak bisa mengikuti kehidupan di Indonesia. Keterkejutan Kartini dituliskan kepada sahabatnya Stella (17 Mei 1902), bagaimana dia menerangkan bahwa keinginannya ke Belanda semata-mata hanya untuk belajar agar dapat menjadi tenaga pengajar yang baik di Indonesia.

Walaupun mungkin tidak dituliskannya secara mendetail, menurut pandangan saya Kartini menerima lamaran Bupati Rembang banyak didasari pada pemikiran yang mendalam dan rasional. Meneruskan pengembangan dirinya pribadi bisa jadi Kartini tidak akan pernah berakhir pada pengajaran kaum wanita. Ia menuruti perintah orang tuanya untuk menikah, karena tampaknya calon suami menjanjikan akan mendukung penuh kegiatan untuk mengajar bagi anak-anak wanita di Jawa (surat kepada Nyonya Van Kol, 1 Agustus 1903).

Apakah memperingati Hari Kartini berarti mengecilkan nilai kepahlawanan para pahlawan wanita lainnya? Menurut penulis pribadi, hal ini justru untuk mengingatkan kembali betapa banyak srikandi Indonesia yang pernah berjuang untuk negara.

Aceh, yang termasuk sangat maju pada zamannya, merupakan asal dari srikandi-srikandi yang secara fisik ikut berjuang mengangkat senjata. Kebudayaan di Aceh seperti yang tertulis di wikipedia, memang mendukung kemajuan emansipasi wanita. Tahun 1599 Laksamana Malahayati telah memimpin barisan perjuangan Aceh di laut. Pada abad ke 17 ada Ratu Safiatuddin.

Perjuangan Cut Nyak Dien (1850 – 1908) merupakan hasil didikan dari suami pertamanya Teuku Ibrahim Lamnga yang juga pejuang Aceh. Setelah suami pertamanya meninggal, Cut Nyak Dien sekali lagi mendapatkan pelajaran mengenai perjuangan dari suami keduanya Teuku Umar, yang kemudian Cut Nyak Dien sendiri meneruskan perjuangan Teuku Umar.

http://img236.imageshack.us/img236/678/15970047ee2.jpgMengapa Kartini? Karena Kartini yang menorehkan pena memperkenalkan keberadaan perjuangan wanita di Indonesia kepada dunia! Walaupun hanya menuliskan pandangan pribadi, mampu memperlihatkan visinya yang sungguh maju pada dunia. Dia sudah sepantasnya menjadi kebanggaan negeri ini. Mengenang Kartini bisa menjadi saat untuk mengenang perjuangan Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Ny. Walandau Maramis, Christina Martha Tiahahu, dan semua pahlawan wanita lainnya. Pahlawan tidak pernah berjuang untuk menorehkan nama emas, tapi untuk memperbaiki kehidupan orang banyak!

Bagi penulis, inilah makna yang lebih mendalam dari Hari Kartini, memperingati kebhinnekaan kita, mengingatkan kesatuan (Ika) kita dalam berjuang bersama-sama bahu membahu lelaki dan perempuan dalam memajukan bangsa Indonesia. Setiap daerah secara khusus memberi warna berbeda kepada kekayaan budaya dan perjuangan bangsa Indonesia.

Hari ini sungguh unik karena berbeda makna dengan makna Hari Ibu. Walaupun terkait dengan Kongres Wanita Indonesia, Hari Ibu pemaknaannya lebih banyak berawal dari budaya Mother’s day di luar negeri. Juga berbeda dengan makna hari Sumpah Pemuda, karena hari Sumpah Pemuda adalah titik mula pergerakan ke arah persatuan perjuangan bangsa sebagai satu kesatuan nasional, di mana bangsa kita bersepakat untuk menyatukan keragamannya ke dalam satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Sedangkan Hari Kartini adalah hari kita memaknai perjuangan para pahlawan wanita Indonesia.

sumber foto : -hitam putih : Lettres de Raden Adjeng Kartini, Java en 1900 (Ecole Francaise d'Extreme Orient, Forum Jakarta- Paris)-berwarna : koleksi pribadi

UNTUK APA HARI KARTINI DIPERINGATI

Seperti yg sudah2; hari ini kantor gue sekali lagi merayakan “Peringatan Hari Kartini” secara tradisional, konservatif, and.. quite shallow. Sad but true.

Masih ingat dengan tradisi di sekolah2 kita di negeri ini? Mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA.. (pada bbrp kasus, bahkan hingga tingkat kuliah!). Bahwa “Peringatan Hari Kartini” – dan karenanya juga berarti sekaligus makna perjuangan Kartini; direndahkan maknanya sedemikian secara sistematis, hingga hanya identik dengan berbagai hal berikut:

* Lomba Berbusana Nasional, atau minimal, adanya kewajiban utk mengenakan busana nasional pada hari tsb. Apa itu busana nasional? Baca: busana tradisional JAWA – alias kebaya; yg ketat melekat tubuh maupun kerap transparan pada bagian2 tertentu, dan karenanya menonjolkan lekuk-liku tubuh wanita matang. Lagipula memang Indonesia hanya Jawa saja? Well, I’m half Javanese myself (the other half is said to be Arabic and a lil bit Dutch origin), but I am ASHAMED of this New-Order-Regime Javacentric culture.

* Lomba Memasak – alias (cynically saying) Lomba Keterampilan Dapur. Masih ingat pepatah lama tentang wanita idaman? Bhw wanita idaman (kalau nggak salah bunyinya) adalah wanita yg bisa membanggakan pasangannya di dapur, di pesta, dan di ranjang? Di dapur tentunya utk urusan memasak & domestik lainnya; di pesta utk dipamer2kan sbg barang “klangenan”; di ranjang berarti sbg partner sex yg memuaskan pasangan.

* Lomba Kebersihan..again, it’s all only about domestic partnership of woman.. Bahwa memang itulah peran yg dipersiapkan bagi mereka; yg dikatakan sbg layak & bermartabat.

* Ada juga yg agak intelek dan/atau berbudaya sedikit; misal lomba baca puisi2/surat2 Kartini, lomba paduan suara lagu2 wajib/daerah, etc. Cuma sayang, tetap nggak jelas apa yg kita inginkan dari berbagai lomba baca puisi dsb itu. Apa hubungannya antara baca puisi/ nyanyi2 versus peran serta wanita?

Apa iya memang itu tujuan perjuangan Kartini? Apa iya Kartini hanya layak utk dijadikan sbg icon pengingat bagi kaum wanita; sebagai TAMPARAN untuk “menyadarkan”, tentang "peran wanita yg sebenarnya (dg nada sarkastis)" yg diharapkan suami, keluarga besar, masyarakat, serta bangsa dan negara ini???

Tentang sikap munafik masyarakat kita, yg beramai-ramai menyatakan diri sbg pendukung perjuangan Kartini dan peran serta wanita yg lebih luas dalam masyarakat, tetapi juga yang secara ABSURD merasa perlu untuk mendirikan Kementerian Urusan Peranan Wanita? Atau minimal, keberadaan Sayap/ Bagian Khusus Wanita pada berbagai organisasi sosial/kemasyarakatan/politik/agama?

Kalau benar, sungguh kasihan nasib wanita, dan tentunya bangsa ini; yg memandang (dan merasa bangga dengan retorika kosong) bahwa “emansipasi (wanita)” sbg hanyalah sekedar acara rutinitas seremonial bersanggul & berkebaya semata.

Di sela kesibukan dan ketegangan mempersiapkan rapat penting di Sudirman pagi tadi, dg getir gue mengingat ucapan salah satu Bos gue (she’s a woman herself!!);

“…dulu itu (kantor) kita biasa ngerayain Hari Kartini scr meriah; ibu2 pada pake sanggul & kebaya, ada lomba2 masak & busana nasional, ada seminar ttg kewanitaan, dan libur setengah hari (tetap ngantor, hanya tdk bekerja) utk terlibat aktif dlm acara2 itu.. Kalian yg muda2 (talked to my female young colleagues) HARUS mempertahankan acara itu. Udah kebiasaan, kan?..”

Dengan kata lain, itulah bentuk penghargaan kita thd Kartini, dan karenanya terhadap wanita pada umumnya. Pun ternyata oleh sebagian kaum wanita itu sendiri. Dengan cara memberikan domestic privillege.. Secara tidak langsung dan halus membatasi, mencontohkan, serta mengharapkan bagaimana sebaiknya seorang wanita baik2 bersikap, bertindak, dan mengaktualisasikan dirinya – terbatas pada peran domestik belaka. Dan dengan menafikan peranan lebih besar yg (sesungguhnya) dapat mereka berikan.

Eva Kusuma Sundari:

Kartini Sosok yang Humanis dan Nasionalis

30/04/2007

Tapi kalau cara-cara keislaman masih memosisikan perempuan di kelas dua, perempuan hanya obyek, komoditas, hanya pabrik untuk anak, berarti kita melanjutkan zaman jahiliyah yang tidak ada kemajuannya bagi peradaban. Hal ini sebetulnya pelecehan terhadap agama Islam.

Di Indonesia, Kartini dikenal sebagai tokoh pejuang emansipagi bagi kaum perempuan. Namun di sini lain, Kartini adalah korban kekerasan. Bagaimana memahami sosok Kartini ini, berikut petikan wawancara Kajian Islam Utan Kayu dengan Eva Kusuma Sundari, aktivis perempuan dan anggota DPR dari F-PDI di Kantor Berita Radio (KBR) 68H, Jakarta

Bagaimana Anda memahami sosok Kartini?

Eva SundariSaya melihat Kartini sebagai sosok yang humanis dan tokoh perempuan nasionalis pertama. Karena nuraninya digerakkan ketika melihat dikotomi-dikotomi kemanusiaan di masyarakat. Dalam surat-surat yang dia tulis, menampilkan sosok Kartini yang gelisah. Kenapa inlandeer (pribumi) mempunyai nasib bodoh, miskin dan sebagainya. Sementara yang white colour people , yang kolonial kok nasibnya baik. Demikian juga kenapa harus ada kelas laki-laki dan perempuan: laki-laki bisa sekolah, tidak diharuskan kawin muda, tidak dipingit, dipoligami sebagaimana perempuan di zamannya. Sebagai tokoh humanis, dia melihat problem-problem kemanusiaan misalkan kaum perempuan waktu itu mendapatkan lapis-lapis kelas marginalisasi yang bersusun-susun tebal. Dia adalah inlandeer , di dalam lingkungan inlandeer sendiri ada didiskriminasi dari pihak laki-laki karena masyarakat kita masih feodal dan patriarkis. Saya melihat Kartini bukan sekadar sebagai tokoh feminis, dan emansipasitoris, lebih dari itu dia adalah tokoh kemanusiaan dan kebangsaan.

Kesadaran kebangsaan itu muncul ketika dia menyadari sebagai pribumi?

Iya sebagai pribumi kenapa tidak punyak hak apa-apa atas buminya sendiri. Kenapa kok tidak mempunyai kekuasaan atas tanah sendiri. Kenapa harus membayar pajak pada bangsa penjajah. Kenapa tidak memiliki akses yang luas terhadap pendidikan. Kenapa pendidikan hanya diperuntukkan pada kelas ningkrat, sementara rakyat jelata tidak. Itulah kegelisahan-kegelisahan dia. Isu-isu yang dia kemukakan sangat manusiawi. Dan kalau kita tarik ke zaman sekarang, Kartini sudah sangat pluralis, bukan hanya sekadar tokoh bagi kaum perempuan, tapi tokoh kemanusiaan. Pada saat itu belum ada orang yang terganggu sanubarinya melihat dikotomi dan kontradiksi yang ada di masyarakat.

Sebagai seorang perempuan, bagaimana anda melihat sosok Kartini?

Peran dan kotribusi terbesar Kartini itu membuka kesadaran kita. Kesadaran perjuangan terhadap keadilan, kesataraan, pandangan dan tindakan yang manusiawi dan sebagainya. Tapi sayangnya cara kita memperingati Hari Kartini seperti kembali ke belakang, seremonial. memuja-muja Kartini. Buat apa kita muja-muja dia? Dia tidak perlu dipuja-puja. Yang penting kan tindak lanjutnya. Membuka kesadaran itu kan perlu tindak lanjut, perlu action . Nah, sekarang tantangan kita adalah apa yang akan kita lakukan setelah kesadaran itu dibuka oleh Kartini. Jadi kontribusi terbesar Kartini itu membuka kesadaran itu.

Terutama terhadap kaum perempuan sendiri ya?

Ya, tentang status perempuan, tentang nasib, dan implikasi statusnya itu terhadap ekonomi, politik, dan hak akan pendidikan. Sebetulnya contoh dari Kartini yang mampu kita tauladani sekarang adalah dia yang berani melawan hegemoni yang coba ditanamkan oleh lingkungannya. Dalam judul buku yang ditulis Pramodya Ananta Toer Panggil aku Kartini Saja , menunjukkan bahwa Kartini tidak mau dianggap sebagai seorang bangsawan, sebagai raden ajeng, mengapa dia melawan tradisi itu?

Dia sadar, gelar bangsawan hanyalah label tipuan. Dia dilabeli sebagai raden ajeng, tapi dia tidak pernah mendapatkan hak istimewa, dia malah dikawinkan paksa oleh amtenaar (bupati). Jadi apa gunanya label ini? Karena yang ada malah membatasi kebebasan dan keinginan dia untuk sekolah ke Belanda dan ke Betawi. Seperti halnya perempun sekarang, dilabeli tiang bangsa, dilabeli pendidik utama, tapi nasibnya kok jelek banget. Ini warisan pendidikan kita yang tidak benar sampai sekarang. Jangan tertipu dengan label-label yang dampaknya sebenarnya adalah marginalisasi.

Namun sebagai seorang bangsawan, Kartini mendapatkan kesempatan pendidikan yang tidak dirasakan oleh kalangan jelata?

Dia mendapatkan hak itu tapi tidak efektif kan? Karena kemudian dia dipaksa kawin. Sebetulnya dia mendapat beasiswa untuk sekolah ke Belanda, demi ketaatan kepada orang tua. Untungnya beasiswa itu kemudian diberikan kepada (Haji) Agus Salim, orang yang tidak dia kenal, dan dia adalah laki-laki, pelajar dari Sumatra Barat. Kartini melihat Agus Salim ini sosok potensial, dan penglihatan dia benar. Dengan memilih Agus Salim yang berasal dari Sumatra Barat, maka Kartini telah memiliki jiwa kebangsaan.

Pram menyebut Kartini telah lepas dari jebakan “provinsialisme”, ketika dia memberikan beasiswa itu kepada Agus Salim yang dari Sumatra Barat, Kartini tidak memilih orang dari Jawa.

Betul sekali. Sikap Kartini itu bisa menjadi kritik terhadap kesadaran kebangsaan yang menipis saat ini, tidak sedikit masyarakat Indonesia terjebak pada isu kedaerahan, demokrasi kita saat ini malah menuju demokrasi primordial dan sektarian. Di sini Kartini menjadi contoh. Bagaimana dia bisa melepas kotak-kotak primordial kedaerahan itu.

Melalui beberapa tulisannya menunjukkan deraan psikologis terhadap Kartini sebagai seorang anak. Kartini lahir dalam keluarga yang harus berpoligami, Setelah ibunya melahirkan dia harus pisah, karena ibunya bukan keturunan ningrat, bagaimana anda melihat kehidupan sosok Kartini yang seperti itu?

Saya sangat prihatin dan sedih. Kartini adalah korban dari praktik dominasi dan marginalisasi yang berlapis-lapis, baik sebagai anak, dan perempuan dewasa. Proses kreatif Kartini dan rasa kemanusiannya berpangkal dari kekerasan yang dialami sebagai anak. Hidup Kartini menunjukkan pada kita bahwa dalam masyarakat feodal dan patriarkhis, semua social cost nya yang menanggung adalah perempuan, dan anak-anak. Dan Kartini telah menuliskan beberapa keluh kesahnya tentang hal ini. Betapa dia kesepian dan tidak tahu siapa emaknya. Karena sejak kecil dia dipisahkan dari ibunya dengan alasan kelas. Dia tidak diperbolehkan pergi sekolah jauh demi melanjutkan cita-citanya, malah dipaksa dipoligami sebagai istri kedua. Jadi dia harus mengulang lingkaran kekerasan itu, bedanya kemarin sebagai anak-anak, sekarang sebagai perempuan dewasa. Sangat tragis! Kartini sejak kecil tidak menikmati sebagai anak dari selir. Begitu pula ketika dewasa dia tidak menikmati hidupnya karena harus menjadi istri yang kedua. Jadi kalau sekarang isu ini dipakai sebagai alat kampanye dengan alasan sangat Islam, maka saya sangat prihatin. Kok malah mundur? Zamannya kok Kartini mau diulang?

Pada zaman Kartini, poligami itu didasarkan pada doktrin agama Islam, bagaimana tanggapan anda?

Saya tidak rela kalau Islam direduksi maknanya yang membawa keadilan dan kebebasan kepada makna yang sesungguhnya mengerdilkan Islam itu sendiri. Dan Islam menjadi norak. Padahal Islam itu menjamin kesetaraan. Dan di hadapan Tuhan itu hanya taqwanya yang membedakan. Tidak ada yang berbasis jender. Muslim itu syarat pertamanya harus cerdas, jangan taklid. Saya kalau diceramahi orang-orang yang pakai sorban atau pakai simbol-simbol agama tapi pesannya tidak mencerdaskan, saya malas dengar. Itu penipuan terhadap Islam.

Ada tudingan bahwa ide-ide Kartini yang sangat maju karena Kartini “terbaratkan” dia lebih terpengaruh oleh ide-ide dari Belanda, bukan dari Nusantara, bagaimana tanggapan anda?

Saya tidak setuju bahwa ide tentang egalitarianisme atau humanisme itu selalu datang dari Barat. Di Indonesia, dalam Islam misalnya, aspek-aspek itu ada, hanya tidak pernah dielaborasi. Agama dari dulu sampai saat ini dijadikan alat tunggangan untuk dominasi. Tidak bisa mendominasi orang lain, maka istri dan anak-anaknya yang menjadi korban. Untuk mengelaborasi aspek-aspek kesetaraan, dan humanisme itu harus proses demokratisasi dalam Islam. Kita hanya telat, bukan tidak punya. Tapi kalau cara-cara keislaman masih memosisikan perempuan di kelas dua, perempuan hanya obyek, komoditas, hanya pabrik untuk anak, berarti kita melanjutkan zaman jahiliyah yang tidak ada kemajuannya bagi peradaban. Hal ini sebetulnya pelecehan terhadap agama Islam.

Dan itu menunjukkan bahwa ide-ide Kartini itu berbasis pada dirinya sendiri dan bukan karena pengaruh Barat?

Sama sekali tidak. Karena basisnya pengalaman dan pengamatan dia. Dan bagaimana sensitifitasnya mampu merasakan kejanggalan-kejanggalan yang dialaminya sendiri, seperti dipingit, dikawinkan muda, dan sebagainya.

Kartini mengkritik feodalisme Jawa, tanggapan Anda?

Jawa itu stratifikasi sosialnya juga banyak. Kalau saya ditanya Jawa Pesisir sangat egaliter, kebetulan Kartini hidup di masyarakat Jawa yang penuh tipu-tipu dan norma-norma yang membelenggu. Jadi norma Jawa itu seperti Islam sangat beragam, dan tergantung kita mau pilih yang mana. Contohnya dari doktrin Islam itu mau diambil yang menjustifikasi poligami atau yang membebaskan perempuan. Seperti halnya Soeharto, mengambil nilai-nilai Jawa yang bisa untuk mendominasi dan melanggengkan kekuasaan. Tapi ada juga nilai-nilai Jawa yang digunakan untuk pembangkangan atau pemberontakan terhadap dominasi.

Kartini tidak hidup pada lingkungan agama yang kuat, namun Kartini mampu memahami makna agama dengan baik melalui kekuatan akal budi dan nurani, mengapa hal itu terjadi pada Kartini?

Kartini sudah sampai pada tingkat substansi, bukan lagi pada bungkus. Misalnya subtansi agama itu adalah welfare (kesejahteraan). Agama itu mendorong perempuan agar tidak bodoh dan miskin. Misal lain, mencuri dan korupsi itu dilarang. Di semua agama ajaran itu ada. Oleh karena itu agama adalah sumber perilaku kita, bukan sebagai alat propaganda untuk mencari kekuasaan. Orang beragama membawa misi kebaikan di dunia. Di setiap agama, potensi itu ada. Tapi kacaunya tiap agama kan ada aja yang menggunakan untuk mencari kekuasaan. Sehingga menyebabkan kerusakan yang dia timbulkan. Misalnya berteriak “Allah Akbar!” sambil merusak tempat ibadah dan menzalimi orang lain. Dan itu selalu ada di setiap elemen ekstrimis fundamentalis di setiap agama. oleh karena itu kita harus hati-hati. Nah, Kartini sudah terkelupas dari bungkus-bungkus agama itu.

Perempuan sering dipuji sebagai “tiang negara”, apa maknanya bagi Anda?

Saya ingin mengkonsepsi ulang tentang sebutan “tiang negara” itu. Bung Karno pernah berbicara tentang hal ini, yang diambilnya dari hadis Nabi. Beliau bilang perempuan adalah tiang bangsa. Sebagai “tiang” dia memiliki ukuran. Kalau kita main data, dengan data UNDP misalnya, di mana peran perempuan dalam masyarakat sangat tinggi, perempuan terbebas dari buta huruf, mereka mendapat pendidikan dan pengakuan yang setara, negara itu disebut negara yang sejahtera. Artinya perempuan di negara itu sebagai “tiang” dan “ukuran”. Sedangkan di Indonesia, sekedar contoh, di Kabupaten Sampang angka drop out siswa perempuan sangat tinggi. Maka angka capaian hidup itu rendah sekali. Ketika kita teliti lebih jauh, ternyata ibu-ibu di sana tidak tahu sanitasi, tidak mengerti tentang obat-obatan, makanan bergizi dan sebagainya. Mereka juga tidak tahu bahwa banyak nonton televisi bagi anak-anak itu malah membodohi. Kondisi itulah yang membuat kualitas hidup rendah. Di sini makna perempuan sebagai tiang negara. Kaum ini adalah ukuran yang jelas bagi kesejahteraan sebuah negara. Oleh karena itu, sebagai perempuan jangan mau terus-menerus dibodohi, dikunci di kamar, disuruh hamil terus menerus, merawat anak dan lain-lain.

Di zaman Kartini, perempuan dinista melalui adat dan agama, sekarang, ada RUU APP yang melecehkan perempuan, apa tanggapan Anda sebagai salah satu tim perumus RUU itu?

Pengalaman saya, RUU APP ini memang sangat menguras energi saya. Dan saya bersyukur saya bisa masuk dalam tim perumus. Karena RUU APP mendapat respon yang sangat besar baik yang pro maupun yang kontra, maka tim perumus melakukan drafting ulang. RUU APP versi sekarang sudah ada standar-standarnya. Misalnya UU negara itu mengurus wilayah publik, bukan wilayah privat, berbeda dengan RUU APP versi pertama yang malah mengurusih aspek privat perempuan. Saat ini, RUU APP ditekankan pada regulasi terhadap tiga aspek: produksi, perederan, dan penggunaannya. Dan kita sepakat bahwa UU pornografi ini tidak menghabiskan semua bentuk pornografi. Misalnya masih dibutuhkan untuk pendidikan, penelitian dan sebagainya, nah di sini perlu ada regulasi.

Rabu, 16 April 2008

Khutbnah

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAQIQI

الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ” “وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (108)”،” وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124)”

dakwatuna.com - “Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” Huud:108
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Thahaa:124

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Suatu hari, di dalam sebuah rumah tangga terjadi pertengkaran yang sengit antara suami istri. Sang suami berkata kepada istrinya dengan kemarahan yang luar biasa seraya berkata: “Sungguh aku akan menjadikan kamu menderita dan celaka !!!”. Dengan suara lirih istrinya menjawab: “Kamu tidak akan pernah bisa mencelakakanku sebagaimana kamu tidak bisa membahagiakanku!”. Dengan nada heran sang suami balik bertanya: “Mengapa tidak bisa?”. Istrinya menjawab dengan tegas dan yakin: “Sekiranya kebahagiaan itu hanya berkaitan dengan uang belanja dan perhiasan, niscaya kamu bisa menghentikan. Akan tetapi kebahagian itu hanya ada pada suatu yang dimana kamu dan semua manusia tidak akan pernah menguasainya.” Dan dengarkan baik-baik: “Sesungguhnya kebahagianku ada dalam imanku, sementara imanku ada dalam relung hatiku dan hatiku hanya ada dalam genggaman Rabbku.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…..

Makna kebahagian ini juga pernah diungkapkan oleh Hujjatul Islam, Imam Ibnu Taimiah – rahimahullah – “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku…bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku…. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Rabbku)…kematianku adalah syahadah (syahid)….pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.”

Ya, inilah kebahagiaan yang diinginkan oleh Islam dalam kehidupan kita. Bahagia dengan nilai-nilai keimanan, bahagia di saat melaksanakan ketaatan kepada Allah swt. dan bahagia dalam naungan keislaman. Allah swt. berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” Fushshilat : 30

Jama’ah yang dimulyakan Allah….

Ketika kita istiqomah dalam memegang ajaran agama Allah swt, maka kita akan merasakan keamanan dan kenyamanan yang luar biasa. Bahkan surga Allah swt. menanti di akhirat kelak, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah swt dalam ayat di atas. Rasa aman dan tentram dalam hidup adalah tanda kebahagian seseorang. Rasulullah saw. juga bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ. رواه الترمذي

Dari Anas bin Malik berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang menjadikan akhirat tujuannya maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, memudahkan segala urusannya dan dunia akan datang kepadanya dengan hina (tidak pernah menguasai hati, semakin kaya semakin bersyukur-pen). Dan barang siapa yang menjadikan dunia tujuannya, maka Allah akan meletakkan kefakirannya di antara kedua matanya, mencerai-beraikan segala urusannya dan dunia tidak akan datang kecuali hanya sekedarnya.” Imam At-tirmizi

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…….

Adakalanya kita temukan dalam realitas kehidupan kita, bahwasanya sebagian manusia ada yang merasa bahagia dengan harta yang melimpah ruah. Mereka puas dan bahagia ketika berfoya-foya, menghamburkan kekayaannya dan hal-hal yang tidak berfaedah lainnya. Ada juga yang puas dan bahagia dengan menjalankan kemaksiatan dan kemungkaran. Merasa tentram dan nyaman dengan segala aksi asusila, menontonkan aurat dan selingkuh serta berganti-ganti pasangan. Bahagia dengan minuman keras, ekstasi dan perjudian.

Jama’ah yang dimulyakan Allah…..

Namun di balik kehidupan yang serba gelap dan kebahagian yang semu, kita masih melihat hamba-hamba Allah swt. yang mengoptimalkan harta, waktu dan tenaga untuk membangun amal unggulan dan amal shaleh. Mereka merasa bersalah ketika tidak memperhatikan saudara-saudaranya yang sedang dihimpit kesusuhan. Mereka yang menghadapi ujian seperti saudara kita yang terkena gempa, dilanda banjir dan tanah longsor. Saudara kita yang lain yang berada di negeri-negeri Islam seperti muslim Ghaza Palestine, Iraq, Chechnya, Afghanistan dan yan lainnya. Kegelisahan dan kegamangan merasuki jiwa mereka tatkala meninggalkan amal-amal shaleh, tidak tilawah, tidak sholat berjama’ah dan amal kebaikan yang lain. Oleh karenanya Imam Hasan Al-Bashari – rahimakumullah – berkata:

” تَفقَّدُوْا الْحَلاوَةَ فِي ثلاثةِ أشْياءَ: فِي الصَّلاةِ وفي الذِكْرِ وفِي قِرَاءَةِ القرآنِ…”

“Carilah kebahagiaan dalam tiga hal: dalam sholat, dalam dzikr dan dalam tilawat Al-Quran.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah……

Imam Ibnu Qoyyim – rahimahullah – mengklasifikasikan kebahagian yang mempengaruhi suasana jiwa seseorang menjadi tiga.
Pertama; kebahagian yang berkaitan dengan eksternal. Yaitu bahagia dengan harta yang berada di luar diri manusia. Ia bahagaia ketika mendapatkan kekayaan. Inilah kebahagian yang disebut dengan “ladzdzah wahmiah khayaliah” (kebahagiaan semu). Dan ketika ia bahagia membelanjakan hartanya untuk memenuhi syahwatnya yang dilarang, maka inilah yang disebut “ladzdzah bahimiah” (kebahagiaan dan kenikmatan hewani).
Kedua, kebahagiaan yang berkaitan dengan nikmat badaniah. Bahagia dengan kesehatan yang prima, bahagia dengan kesempurnaan ciptaannnya, bahagia dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya dan nikmat badaniah yang lain. Ini juga termasuk kebahagiaan yang semu. Alangkah indahnya ungkapan penyair Arab:

” يا خادمَ الْجِسْمِ كَمْ تَشْقَى بِخِدْمَتِهِ فأنتَ بِالرُّوْحِ لا بالجسمِ إنسانٌ ”

“Wahai pelayan jasad, berapa banyak kamu sengsara dalam melayani. Kamu hanya dengan ruh bukan dengan jasad, disebut manusia.”

Dan – jama’ah rahimakumullah – yang ketiga adalah kebahagiaan yang sebenarnya. Kebahagian dunia akhirat. Kebahagiaan abadi dan hakiki. Kebahagiaan yang kita dambakan semua. Yaitu kebahagiaan yang bersumber dari nilai-nilai ketaatan kepada Allah swt.

Sebab-Sebab Bahagia

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah……..

Untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki, kita harus memiliki sebab-sebab yang melahirkan kebahagiaan ini.

Pertama, Keimanan dan Tauhid

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (125)

“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. Al-An’am:125

Keimanan dan ketauhidan yang mengkristal dalam jiwa seorang muslim merupakan sumber dari segala sumber kebahagiaan. Keiistiqamahan dalam bertauhid akan memberikan energi baru untuk menghadapi segala ragam kehidupan. Ia tidak akan pernah takut dan bersedih dalam menjalani kehidupan dalam kondisi apupun. Baik dalam kondisi lapang maupun kondisi dan situasi yang sempit. Maka ia tetap eksis dalam menjalani kehidupan dengan kekuatan iman ini.

Kedua, Tazkiatun Nafs (mensucikan diri)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Salah satu sebab yang bisa mendatangkan kebahagiaan seseorang dalam hidup ini adalah kesuciaan jiwa. Jiwa yang suci akan mendatangkan banyak manfaat dan kebaikan dalam kehidupan seseorang di dunia maupun di akhirat. Karena pangkal kebaikan diri seseorang, keluarga, masyarakat dan bahkan bangsa diawali dengan kebaikan jiwa seseorang. Manusia yang memiliki jiwa yang suci nan sehat akan senantia komitmen dengan nilai-nilai kebaikan. Oleh karenanya Allah swt. berfirman:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Asy-Syamsy: 8-10

Rasulullah Saw bersabda: “…Ketauhilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuhpun baik, dan jika ia rusak, seluruh tubuh pun rusak. Ketauhilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Bukhari Muslim)

Ibnu Rajab berkata: “Hati yang baik adalah yang terbebas dari segala penyakit hati dan berbagai perkara yang dibenci, hati yang penuh kecintaan dan rasa takut kepada Allah, dan rasa takut berjauhan dari Allah swt.”

Ketiga, Sholat

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Sebab kebahagiaan yang lain adalah sholat. Karena sholat adalah cahaya, ketenangan dan ketentraman dalam jiwa kita. Sholat juga penghubung antara Allah dan hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan sholat mereka menemukan ketenangan dan kebahagiaan. Bahkan dalam menghadapi musibah pun diperintahkan untuk sholat. Allah berfirman: “Dan memohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan kesabaran dan sholat…” Al-Baqarah : 45

Rasulullah bersabda: “Dijadikan ketenanganku di dalam sholat,” dan apabila mendapatkan kesulitan, beliau berkata kepada Bilal,” Wahai Bilal, qamatlah! Agar dengan sholat tersebut kami tenang.” (Imam Abu Dawud)

Keempat, Ridho dan Qona’ah

Ridho dan qana’ah merupakan akhlak mulya yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Karena ridho dan qana’ah adalah bentuk ketulusan, keikhlasan dan ketundukan seorang hamba dalam menerima hasil akhir dari amal usaha. Dengan ridho, manusia akan menerima segala keputusan yang telah digariskan oleh Allah. Baik yang berkaitan dengan dirinya, keluarga maupun harapan-harapan lain yang sangat dicita-citakan dalam kehidupannya. Kekuatan ridho dan qana’ah akan membendung keputusasaan dan kesedihan yang akan masuk dalam ruang kepribadian kita. Allah swt. berfirman:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Al-Hadiid: 22-23

Kelima, Dzikir

Seorang mukmin sangat memerlukan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Karena itu, ia perlu memperbanyak dzikir kepada Allah, agar senantiasa berhubungan dengan Allah, bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan dan ampunannya. Dengan senantiasa berdzikir kepada Allah dalam kondisi apapun, manusia akan merasa tentram, tidak ada rasa takut, tidak ada rasa khawatir dan kesedihan dalam jiwanya. Oleh karenanya Allah berfirman:
“ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Ar-Ra’du: 28

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Semoga dengan sentuhan ayat-ayat Allah swt. dan hadits Nabawiah kita semua bisa melakukan perbaikan diri kita dalam kehidupan yang fana ini. Agar kita mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Dan semoga kita dijadikan oleh Allah swt. hamba-hamba-Nya yang sholeh, model-model muslim yang ideal nan mempesona. Aamiin Yaa Mujiibassaa’iliin.

بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكرالحكيم فاستغفروا الله فإنه هو الغفور الرحي

Sunnah Nabawiyah

Naskah Penulis

Kajian Alqur'anul Karim

« sebelumnyasesudahnya »

Khutbah Jum'at

11/4/2008 | 04 Rabiul Akhir 1429 H | Hits: 436

Budaya Saling Memberi Nasehat

Oleh: Izzuddin Abdul Majid, Lc.


Email This Post

الحمد لله الذي فتح لعباده طريق الفلاح وأرشدهم إلى ما فيه الخير و البر و التقى وأمرهم بالتناصح على الحق وجعل أمرهم شورى بينهم ليتحقق لهم الفوز والنجاة . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده والصلاة و السلام على محمد عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “

dakwatuna.com - Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Sering kita dengar dari keterangan dan penjelasan para ulama, para kiayi, ustazd, dan muballigh bahwa tugas paling penting dari para Rasul adalah menyampaikan risalah Allah swt. kepada ummat manusia. Urgensi isi risalah para rasul itu sama, yaitu “agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan mengingkari semua bentuk sesembahan selain Allah (thaghut).”

Ternyata selain tugas mulia dan suci ini, para nabi banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya, karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan:

Wal ashri, innal insaana lafii khusrin, illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shaalihaati watawaa shaubil haqqi watawaa shaubish-shabri.

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr)

Semangat surat Al-Asr ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi, sebelum menyempurnakannnya dengan semangat saling memberi nasehat dan bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh, menegakkan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling memberi menasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada pada setiap muslim.
Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan menunjukkan kelebihan pada orang tersebut.

Kalimat “nasaha” yang artinya nasehat, makna dasarnya adalah menjahit atau menambal dari pakaian yang sobek atau berlubang. Maka orang yang menerima nasehat artinya orang tersebut siap untuk ditutupi kekeruangan, kesalahan, dan aib yang ada pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mau menerima nasehat menunjukkan adanya sifat kesombongan, keangkuhan, dan ketertutupan pada orang tersebut.

Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda:

عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ - رضي الله عنه - : أنَّ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( الدِّينُ النَّصِيحةُ )) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : (( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ((2)) )) رواه مسلم

Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR. Muslim)

Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan dan jabatannya, tanpa kecuali.

Hadist di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak manakala tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi itu adalah saling menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya. Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya.

Sedangkan bentuk nasehat kepada para pemimpin adalah ketaatan dan dukungan kita sebagai rakyat kepada para pemimpin Islam dalam menegakkan kebenaran, mengingatkan mereka jika lalai dan menyimpang dengan cara yang bijak dan kelembutan, meluruskan mereka jika menyimpang dan salah. Sedangkan nasehat untuk orang-orang biasa adalah dengan memberi kasih sayang kepada mereka, memperhatikan kepentingan hajat mereka, menjauhkan hal yang merugikan mereka dan sebagainya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Di dalam Al-Qur’an, Allah swt. mengisahkan tentang bagainama Nabi Musa a.s., seorang nabi dan rasul yang ternyata dapat menerima nasehat dari salah seorang kaumnya.

wa jaa-a rajulun min aqshal madinati yas’aa, qaala yaa muusaa innal mala-a ya’tamiruuna bika liyaqtuluuka, fakhruj innii laka minan nashihiin. Fakharaja minhaa khaa-ifan yataraqqabu, qaala rabbi najjinii minal qaumizh zhaalimiin.

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut, menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” (QS. Al-Qashash: 20-21)

Lalu bagaimana dengan kita yang orang biasa yang bukan Nabi dan Rasul? Sudah barang tentu sangatlah membutuhkan nasehat. Kita senantiasa membutuhkan nasehat dari orang lain. Demikian juga harus bersedia memberi nasehat kepada orang lain yang memohon nasehat kepada kita.

وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : وفي رواية لمسلم : (( حَقُّ المُسْلِم عَلَى المُسْلِم ستٌّ : إِذَا لَقيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيهِ ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأجبْهُ ، وإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ ، وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ الله فَشَمِّتْهُ ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ )) .

“Hak seorang muslim pada muslim lainnya ada enam: jika berjumpa hendaklah memberi salam; jika mengundang dalam sebuah acara, maka datangilah undangannya; bila dimintai nasehat, maka nasehatilah ia; jika memuji Allah dalam bersin, maka doakanlah; jika sakit, jenguklah ia; dan jika meninggal dunia, maka iringilah ke kuburnya.” (HR. Muslim)

Dengan saling menasehati antara kita, maka akan banyak kita peroleh hikmah dan manfaat dalam kehidupan kita. Akan banyak kita temukan solusi dari berbagai persoalan, baik dalam skala pribadi, keluarga, masyarakat bangsa bahkan Negara.

Karenanya nasehat itu sangatlah diperlukan untuk menutupi kekurangan dan aib yang ada di antara kita. Karena nasehat itu dapat memberi keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas menerima dan menjalankannya. Karena saling menasehati itu dapat melunakkan hati dan mendekatkan hubungan antara kita. Karena satu sama lain di antara kita saling membutuhkannya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Saling menasehati antara sesama muslim terasa semakin kita perlukan, terutama ketika tersebar upaya menfitnah adu domba antara sesama muslim yang datang dari orang-orang kafir, munafik, dan orang-orang fasik yang ingin melemahkan umat Islam sebagai penduduk terbesar negeri ini. Mereka tidak senang terhadap kesatuan dan persatuan umat Islam.

Demikian pula ketika mendekati hari-hari menjelang pesta demokasi seperti pilkada, pilgub, pemilihan umum, dan sebagainya. Terkadang panasnya suhu politik menyulut sikap orang in-rasional (tidak rasional) dan emosi di tengah masa, bahkan dapat mengarah ke sikap anarkhis dan merusak.

Dalam situasi seperti itu, kita sering lupa akan makna ukhuwah Islam. Lupa tugas amar ma’ruf nahi mungkar dan lupa tugas dan kewajiban untuk saling menasehati dengan cara saling kasih sayang antara kita.

Semoga Allah swt. senantiasa memberikan pemahaman kepada kita akan arti pentingnya saling memberi nasehat antara kita. Semoga kita mampu memberi nasehat dan senang menerima nasehat dari siapapun, selama tidak bertentangan dengan nilai kebenaran dan kabaikan, sehingga kita dapat terhindarkan dari bahaya adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah umat Islam, masyarakat, bangsa, dan Negara. Barakallu lii walakum….

Nasehat Yang Baik

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA


Email This Post

dakwatuna.com - Judul di atas mengisyaratkan bahwa nasehat dapat dibagi menjadi dua kategori; nasehat yang baik dan nasehat yang tidak baik. Padahal secara umum, kata “nasehat” sering dikonotasikan hanya dalam rangka kebaikan dan seharusnya ditujukan untuk memberi kebaikan dan manfaat kepada orang lain. Tidak mungkin seseorang menjerumuskan orang lain melalui media nasehat atau merupakan hal yang mustahil, nasehat yang disampaikan justru bertujuan untuk menjerumuskan orang ke dalam kemaksiatan dan kesusahan.

Namun penggunaan “nasehat” dalam konteks yang negatif ternyata digunakan oleh Al-Qur’an, yaitu nasehat yang justru akan menjerumuskan orang lain ke dalam bahaya, seperti yang digambarkan dalam kisah perjalanan nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya yang hendak membunuhnya. Demikian juga, nasehat yang pernah disampaikan oleh Iblis kepada nabi Adam dan Hawa yang justru untuk menjerumuskan keduanya ke dalam kemaksiatan.

Nasehat yang menjerumuskan yang dimaksud adalah bujuk rayu saudara-saudara Yusuf as untuk meyakinkan ayahanda mereka Ya’qub as agar mengizinkan Yusuf bermain bersama mereka. Padahal dibalik nasehat itu, sesungguhnya mereka menyembunyikan niat jahat terhadap Yusuf yang memang sudah dirancang dengan matang.

Allah swt berfirman, “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang memberi nasehat untuk kebaikannya.” Yusuf: 11.

Demikian juga syaitan dalam memperdaya manusia terkadang menggunakan media nasehat seakan-akan ia penasehat yang tulus seperti yang pernah berlaku terhadap Adam dan Hawa yang diabadikan Allah dalam surah Al-A’raf: 21, “Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua”.

Untuk menyakinkan bahwa nasehatnya tulus dan tidak bermotif lain selain dari ingin memberikan kebahagiaan kepada keduanya, iblis bersumpah sebagai seorang penasehat yang ikhlas. Bahkan secara bahasa seperti yang diungkapkan oleh Imam Az-Zamakhsyari nasehat iblis diperkuat dengan tiga penegasan (ta’kid); lafadz sumpah itu sendiri, nun dan lam ta’kid adalah semata-mata untuk memperkuat keyakinan penerima nasehat bahwa ia benar-benar tulus dalam memberikan nasehatnya. Sungguh di luar dugaan dan kebiasaan memang, sehingga kita dituntut waspada terhadapnya.

Berdasarkan pembacaan terhadap kata “nasehat” dengan seluruh derivasinya yang tersebut dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tercatat bahwa kata ini tersebut sebanyak 13 kali. Dari ketiga belas ayat ini, surah Al-A’raf merupakan surah yang terbanyak menyebutkan kata ini, yaitu sebanyak 6 kali, hampir setengah dari penyebutan “nasehat” dalam seluruh ayat Al-Qur’an. Hal ini sangat wajar karena memang surah Al-A’raf banyak mengungkap tentang sikap dakwah para nabi Allah swt yang secara garis besar mereka adalah para penasehat ulung yang terbaik dan sangat bijak dalam menyampaikan pesan dan nasehat kebaikan kepada seluruh umat yang diistilahkan oleh Al-Qur’an sebagai “Nashihun Amin”. Sehingga dikatakan bahwa salah satu ayat dari surah Al-A’raf ini seperti yang dikatakan oleh Az-Zamakhsyari dan Ibnu Asyur sebagai “Ajma’u Ayatin fi Makarimil Akhlak”, ayat yang paling komprehensif dalam pembahasan akhlak yang mulia. Padahal nasehat menasehati termasuk akhlak yang mulia yang tentunya harus dibingkai dan dikemas serta berlangsung dalam suasana ukhuwwah dan koridor akhlak yang mulia juga. Jika tidak, maka tradisi ini akan kehilangan signifikansi nilainya dalam konteks akhlak Islam.

Pada kapasitas para nabi sebagai ‘nashihun amin’ yang disebutkan diantaranya dalam surah Al-A’raf: 68, “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu” layak dan patut untuk dijadikan cermin dan contoh teladan, karena demikian seharusnya para penasehat itu bersikap dan berperilaku, sehingga tidak mudah dan gampang mengumbar nasehat kepada seseorang.

Inilah arti nasehat yang sesungguhnya menurut bahasa, yaitu mencari dan memilah sebuah perbuatan atau perkataan yang mendatangkan maslahat bagi sahabatnya. Seperti ungkapan bahasa Arab, Nashihul ‘Asal yang artinya madu yang murni yang telah dipilah dari beberapa madu yang banyak. Betapa nasehat yang baik hanya bermuatan positif dan melalui proses pemilahan kata atau tindakan yang tepat dan bisa memberikan manfaat bagi si penerima, bukan malah sebaliknya.

Jika demikian, memang tidak mudah memberikan nasehat yang baik kepada seseorang. Agar amaliah nasehat menasehati berlangsung dengan baik tanpa melahirkan su’u dzan dan kebencian, atau berubah status menjadi media “ta’yir”, maka yang harus diperhatikan dalam memberikan nasehat diantaranya adalah muatan nasehat itu sendiri, cara, media dan adab menyampaikan nasehat, suasana dan status sosial penerima nasehat, serta target yang hendak dicapai dari penyampaian nasehat tersebut.

Sebagai ilustrasi bisa dikemukakan disini bahwa pada ketika khalifah Harun Ar-Rasyid sedang melaksanakan thawaf, tiba-tiba seseorang berkata kepadanya dengan nada agak ketus: “Hai Amirul Mukminin, saya ingin menyampaikan sesuatu kepada engkau dengan bahasa yang agak keras, maka terimalah dengan sabar!”. Amirul Mukminin menjawab: “Tidak, ini bukan sesuatu yang baik dan bukan pula merupakan sebuah penghormatan. Allah telah mengutus seseorang yang lebih baik dari kamu yaitu Musa as kepada orang yang lebih buruk dari saya yaitu Fir’aun, tetapi Allah memerintahkan Musa agar menyampaikan pesan atau nasehat kepadanya justru dengan bahasa yang lembut.

Simaklah firman Allah swt, “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. Thahaa: 43-44) (lihat Al-Mujalasah WaJawahirul Ilm karya Imam Abu Bakar Ahmad bin Marwan: 3/364). Disini nasehat harus berupa ucapan yang mampu meluluhkan hati penerimanya dan menyadarkannya dari kesalahan. Sehingga bukan termasuk nasehat yang baik jika kemudian penerima nasehat malah menjadi kesal, jengkel dan sebagainya.

Dalam konteks ini, Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Ar-Ruh membedakan antara pembicaraan yang bermuatan nasehat dengan pembicaraan yang berunsur “ta’nib atau ta’yir” (pembicaraan yang berkonotasi negatif untuk mengaibkan orang dan menelanjangi kejelekannya) bahwa nasehat merupakan sebuah kebaikan yang disampaikan kepada seseorang dengan cara yang santun, bijak dan baik serta penuh rasa kasih sayang dan tulus hanya mengharapkan ridho Allah swt dan kebaikan pada diri penerima nasehat. Sedangkan ta’nib bertujuan menghinakan dan menjelekkan seseorang meskipun dengan cara seolah-olah sedang memberi nasehat. Senada dengan pernyataan ini, Imam Syafi’i menjelaskan uslub yang terbaik dalam menyampaikan nasehat yang tersebut dalam kumpulan syairnya )Diwan Asy-syafi’i/ 96):

تعمدنى بنصحك فى انفرادى وجنبنى النصيحة فى الجماعه
فإن النصح بين الناس نوع من التوبيخ لا أرضى استماعه
وإن خالفتنى وعصيت قولى فلا تجزع إذا لم تعط طاعه

“Biasakanlah nasihatmu (disampaikan) dalam kesendirianku
Dan hindarilah (menyampaikan) nasehat di perkumpulan orang
Karena sesungguhnya nasehat di tengah orang banyak merupakan salah satu bentuk
Penghinaan yang tidak aku relakan untuk mendengarnya
Jika engkau menyalahi dan melanggar ucapanku ini
Maka janganlah kecewa (kesal) jika tidak ditaati (nasehatmu)”

Disinilah akan nampak perbedaan antara seorang mukmin yang tulus memberi nasehat dengan seorang yang disebut sebagai Al-fajir yang mempunyai motifasi tertentu dalam nasehatnya seperti yang disampaikan oleh Al-Fudhail bin Iyadh,

“Seorang mukmin itu selalu berusaha menutupi kesalahan orang lain lalu menasehatinya, sedangkan seorang pelaku maksiat cenderung berusaha membongkar aib orang lain dan menghinakannya”.

Dalam bahasa Rasul, amaliah nasehat menasehati merupakan akhlak unggulan sehingga seluruh agama ini dikatakan sebagai nasehat, “Agama itu adalah nasehat” demikian sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Tamim Ad-Dari. Bahkan sahabat Jarir bin Abdullah menjadikan nasehat sebagai salah satu poin baiat kepada Rasulullah saw: “Saya berbaiat kepada Rasulullah untuk senantiasa mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mengamalkan nasehat bagi setiap muslim”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Sungguh – karena kelemahan insani – setiap kita sangat membutuhkan nasehat. Tentunya, nasehat yang baik, yang disampaikan dengan cara yang baik, dan dalam koridor akhlak yang baik, serta untuk tujuan kebaikan dan perbaikan.

Semoga budaya nasehat menasehati yang merupakan inti ajaran Islam akan senantiasa menjadi media komunikasi yang efektif antara umat Islam dalam menyampaikan masukan dan ide untuk kebaikan bersama dan budaya ini tidak menjadi media atau ajang ‘ta’yir” antara satu individu dengan individu yang lain, apalagi antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Allah swt berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. Al-Hujurat:12. Allahu a’lam

Kesabaran Muhammad Laksana Mukjizat

Oleh: Ulis Tofa, Lc


Email This Post

dakwatuna.com - Sikap sabar merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan. Setiap orang membutuhkan sikap sabar. Terutama ketika menghadapi cobaan, musibah, bencana, dan hinaan yang bertubi-tubi. Adalah Rasulullah saw. menjadi teladan purna dalam sikap sabar. Pada kesempatan kali ini rubrik Khutbah Jum’at mengupas sikap sabar. Bagi para da’i dan khatib bisa menyampaikan tema ini dan meyakinkan umat akan pentingnya sikap sabar.

أما بعد فيا أيها المسلمون:

Kabar gembira bagi kita umat Islam

Kita memiliki “tiang” panutan yang tak lekang

Ketika Allah menyeru agar para da’i mengajak

Untuk taat pada Rasul mulya, maka kita jadi sebaik-baik umat

Saudaramu, Isa memanggil orang mati, lalu hidup

Kamu, telah menghidupkan generasi dari sebelumnya tak berarti

Ya Rasulullah, shalawat dan salam atasmu

Sebaik-baik utusan yang tidak ambisi, namun baik budi

أيها المسلمون:

Tema yang kita bahas pada kesempatan ini adalah salah satu sisi dari sekian banyak sisi keagungan Muhammad saw. Keagungannya membelalakkan mata. Kemulyaannya menyihir pikiran. Sisi ini mulya karena beliau orang yang mulia. Adalah benar karena beliau selalu benar. Beliau telah membangun misi yang jauh lebih kokoh dibandingkan dengan gunung. Beliau telah meletakkan prinsip-prinsip hidup secara lebih dalam dibandingkan dengan sejarah itu sendiri. Beliau membangun tembok yang tidak akan pernah terbakar oleh suara dan ejekan.

Adalah Muhammad saw., apapun yang Anda bicarakan pasti Anda akan menemukan kebesaran beliau. Mari kita kaji sisi kesabaran beliau saw.

Al Qur’an menyebut kata Shabar lebih dari sembilan puluh (90) tempat. Suatu kali Allah swt. memuji orang-orang yang sabar, pada kesempatan lain Allah memberi kabar gembira berupa pahala orang-orang yang sabar. Pada tempat yang lain Allah swt menyebut buah dari sikap sabar.

Allah swt berfirman kepada Rasul-Nya saw., (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” Al Ma’arij:5

Jika kamu mendapatkan penentangan dari unsur kebatilan dan permusuhan dari pemimpin yang dzalim, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika harta kamu sedikit, kefakiran melilit, gundah-gulana menyergap dan beban hidup menghimpit, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika jumlah sahabat kamu sedikit dan pendukung kamu bercerai-berai, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika jalan yang kamu tempuh penuh rintangan, kamu lihat dunia gelap dan penuh maksiat, maka

(فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika anak-anakmu meninggal, kerabat dan orang yang kamu cintai mendahuluimu, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Perjalanan hidup Muhammad saw. mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap sabar yang baik. Sabar yang sebenarnya. Beliau menjadi figure bagi siapapun dalam kesabaran. Ketika beliau tinggal di Mekah, para kerabat dan orang tercinta memusuhinya. Beliau dihinakan oleh orang awam lagi tak berpengetahuan. Kerabat dekat dan khalayak umum memeranginya, namum beliau tetap sabar. Beliau sangat kekurangan, sambil menaruh batu di perutnya karena kelaparan dan kehausan. Beliau paling sabar di antara manusia.

Beliau ditinggal pergi selamanya oleh istri tercinta nan cerdas. Istri yang pandai yang ditarbiyah di keluarga kenabian. Istri yang senantiasa mendukung dan membelanya. Ia meninggal pada waktu Rasulullah saw mendapatkan banyak krisis. Ia meninggal pada fase Mekah di mana pendukung jahiliyah sedang gencar memusuhinya. Dialah Khadijah, dia menjadi orang nomor satu dalam membela suaminya. Khadijah tempat mengadu Rasul. Tempat curhat. Khadijah meyakinkan suaminya,

(كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا، إنك لتصلُ الرحم، وتحملُ الكلَ، وتعينُ الملهوفَ، وتطعمُ الضيفَ، كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا).

“Tidak, demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu. Anda orang yang menyambung silaturahim. Membantu orang yang membutuhkan. Memulyakan tamu. Sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu.”

Khadijah meninggal pada “Aamul Huzni” tahun duka-cita. Muhammad sabar, karena Allah swt. berfirman kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Kaum kafir Quraisy, di antara mereka ada paman dan kerabat Muhammad sedang membuat konspirasi untuk membunuhnya. Mereka mengutus lima puluh pemuda yang mewakili masing-masing kabilah untuk membunuh Muhammad. Dengan pedang terhunus kelima puluh pemuda mengepung rumah Nabi. Mengetahui rumah beliau dikepung, beliau bersabar, paling sabar dibandingkan semua manusia. Beliau keluar dari rumahnya dengan sangat hati-hati,. Atas kehendak Allah swt. para pemuda dalam kondisi ngantuk berat. Beliau sabar karena Allah menyeru kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Ketika Muhammad menabur debu di wajah-wajah mereka, mereka tertidur pulas sehingga lepaslah pedang dari tangan-tangan mereka. Rasulullah saw membacakan ayat,

(وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدّاً وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدّاً فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ)

“Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” Yasin:9

Beliau menuju gua Tsur, bersembunyi dari kejaran musuh. Musuh menyusul dan menyergap di atas gua. Mereka turun lewat sebelah kanan gua. Mereka mengelilingi gua. Mereka ingin masuk, namun tak kuasa. Abu Bakar yang menemani Muhammad bergumam, “Wahai Rasulullah, demi Allah, sekiranya salah seorang dari mereka melihat kakinya, pasti ia melihat kita.”

Rasulullah saw tersenyum. Senyuman pemimpin dunia. Senyuman panglima rabbani. Senyuman orang yang tsiqah atau yakin dengan pertolongan Allah swt. beliau bersabda,

ويقول: يا أبا بكر، ما ظنُك باثنين اللهُ ثالثُهما؟ ويقول: لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا.

“Wahai Abu Bakar, Apa kamu mengira kita hanya berdua, padahal Allah lah yang ketiganya!? Beliau menyakinkan, “Jangan bersedih, sungguh Allah bersama kita.”

Ini adalah dusturul hayah, prinsip kehidupan. Pelajari dan ajarkanlah. Ajarkanlah kepada anak-anak kalian, istri-istri kalian, orang sekeliling kalian. Ajari mereka pada setiap kesempatan dan waktu bahwa sukses itu dalam prinsip, (لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا)

Rasulullah saw keluar dari gua Tsur, sedangkan orang kafir tidak mengetahuinya kalau beliau berada di sana. Beliau keluar menuju Madinah. Kafir Quraisy tidak berhenti mencarinya, bahkan mereka tidak malu-malu membuat sayembara di muka umum, mereka menyiapkan seratus unta merah bagi yang menemukan Muhammad, hidup atau mati.

Dengan bersenjata panah dan pedang Suraqah mengejar Muhammad. Rasulullah melihat Suraqah memacu kudanya, mendekat. Dalam kondisi sangat lapar dan haus ditengah terik sahara, kondisi psikis yang tertekan, beliau meninggalkan istrinya, putri-putrinya, rumahnya, tetangganya, paman-pamannya, bibi-bibinya. Beliau hanya berdua, tanpa pengawal dan prajurit, tanpa ada penjagaan. Padahal Suraqah mengejar dengan pedang terhunus. Abu Bakar takut seraya berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah ia telah mendekati kita.”

Rasulullah saw kembali tersenyum kedua kalinya, karena ia tahu bahwa risalahnya akan senantiasa langgeng dan kafir durjana pasti akan mati. Dakwahnya pasti akan senantiasa hidup, dan pasti matilah orang-orang pendosa. Pasti prinsip-prinsip ajarannya menang mengalahkan kejahiliyahan, apapun bentuknya. Rasulullah saw. meyakinkan Abu Bakar dalam sabdanya, “Wahai Abu Bakar, kamu mengira kita ini hanya berdua, padahal Allah lah pihak ketiga.”

Suraqah kian mendekat sambil meneriaki Rasulullah saw. ketika itu kaki kuda terperosok ke dalam padang sahara, tidak bisa jalan. Kejadian itu berulang-ulang, Suraqah tidak bisa mendekat. Sampai akhirnya ia putus asa dan meminta tolong kepada Rasulullah saw. dan meminta jaminan rasa aman. Rasulullah saw memberi jaminan rasa aman kepadanya. padahal sebelumnya ia sangat berambisi membunuh beliau. Subhanallah!

Pada perang Badar al Kubra Rasulullah saw. ikut serta bersama-sama sahabat lainnya turun ke medan tempur. Pada waktu itu paceklik mendera kaum muslimin, sampai-sampai Rasulullah saw mengganjal perutnya dengan batu.

Wahai pemuja materi, wahai yang gandrung dengan pakaian dan aksesoris, wahai yang tergila-gila dengan aneka makanan, lihatlah seorang Rasul untuk semua manusia, perhatikan guru manusia; beliau kelaparan, tak menemukan sebutir kurma sekalipun, tapi beliau bersabar (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Satu persatu putrinya menginggal dunia. Putri pertama meninggal, beliau yang memandikannya, mengkafaninya, menguburkannya, dan beliau kembali dari pemakaman sambil tersenyum, karena beliau sabar,( فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Selang beberapa hari, putri beliau yang kedua menyusul yang pertama, beliau sendiri juga yang memandikan, mengkafani, menguburkan,. Begitu juga yang ketiga… beliau memandikan, mengkafani, menguburkan dan kembali dari pemakan dengan senyuman tersungging di bibirnya, karena beliau sabar, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Anak laki-laki beliau, meninggal di pangkuannya, baru berumur dua tahun. Beliau memandangi putranya dengan sepenuh kedekatan hati, air mata membasahi pipi beliau, beliau paling sabar di antara manusia. Rasulullah saw bersabda,

(تدمع العين، ويحزنُ القلب، ولا نقولُ إلا ما يرضي ربَنا، وإنا بفراقِك يا إبراهيمُ لمحزونون).

“Air mata berlinangan, hati tersayat, namun kami tidak berkata kecuali sesuai yang di ridhai Allah swt. Sungguh, kepergianmu wahai putraku Ibrahim menyisakan kesedihan banyak orang.”

Sungguh luar biasa keteguhan hatimu wahai Rasulullah, karena Allah berfirman kepadanya,

(فَاصْبِرْصَبْراً جَمِيلاً).

Beliau menyertai sahabatnya dalam perang Uhud. Para sahabat terpukul mundur. Banyak di antara kerabat dekat beliau yang meninggal sebagai syuhada’, sahabat-sahabat pilhan, tujuh puluh meninggal dunia. Jumlah yang tidak sedikit. Di antara mereka itu ada tokoh besar, Hamzah ra. Paman beliau yang senantiasa membela Nabi dengan pedangnya. Ia adalah asadullah -singa Allah- di dunia dan panglima syuhada’ di surga. Beliau melihat Hamzah meninggal dengan mengenaskan. Beliau melihat Sa’ad bin Rabi’ tubuhnya penuh luka. Beliau melihat Anas bin Nadhar dan lainnya, beliau meneteskan air mata. Air mata panas mengalir membasahi janggutnya yang mulia, namun beliau tetap tersenyum, karena Allah swt berpesan kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Pada perang Mu’tah Rasulullah saw. mengirim pasukan untuk melawan tentara Romawi, dipimpin tiga panglima perang. Ketiganya syahid dalam waktu berturut-turut. Zaid bin Haritsah, Ja’far paman beliau, yang di juluki “Ath Thayyar” atau yang lincah, dan Abdullah bin Rawahah. Beliau melihat mereka menjadi syuhada dari jarak ratusan mil. Beliau melihat keluarga mereka berada di surga. Beliau tersenyum dalam tangisan, karena Allah swt berfirman kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Pasukan sekutu, yang terdiri dari kaum munafikin, kuffar, musyrikin dan Yahudi mengepung Madinah. Rasulullah saw turun langsung menggali parit, menyingsingkan lengan, sedangkan perut beliau diganjal batu karena lapar. Dengan sepenuh kekuatan beliau memukul batu besar yang mengghalangi parit sehingga keluar kilatan api di udara, maka beliau bersabda,

هذه كنوزُ كسرى وقيصر، واللهِ لقد رأيتُ قصورَهما، وإن اللهَ سوف يفتحُها علي.

“Ini singgasana Kisra dan Kaisar. Demi Allah, sungguh aku melihat kerajaan keduanya, dan Allah akan menaklukkannya untukku.”

Orang-orang munafiq menertawakan beliau, “Bagaiman mungkin Muhammad menakklukkan Kisra dan Kaisar, padahal dia sendiri kelaparan tak berdaya.” Beliau tersenyum karena Allah swt berfirman kepadanya, ( (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً

Setelah berlalu dua puluh lima tahun, berangkatlah tentara Islam, pasukan perang dari Madinah untuk menaklukkan bumi Kisra dan Kaisar. Dengan melewati sungai yang sangat ganas dan dalam. Kenapa, karena Allah swt berbicara dengannya,

(فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Sungguh, demi Allah ini semua dalah ibrah, pelajaran yang sangat berharga, jika umat-umat ini sadar, sehingga bangsa-bangsa akan terselamatkan, adil dan damai. Namun, di mana orang yang membaca sirah perjalan hidup beliau?!.. Mana orang yang belajar dari peri kehidupan beliau?!..

Subhanallah, tiga hari empat malam beliau tidak memiliki sesuatu yang bisa dimakan. Beliau tidak memiliki sebutir kurma sekalipun, segelas susu, sepotong roti. Namun beliau ridha dengan pembagian rizki dan kenikmatan dari Allah swt. (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Beliau tidur di atas tikar, sehingga membekas dipinggangya. Beliau tidur di atas tanah karena saking panas, tidak berselimut, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Rumahnya dari tanah, jika beliau melayangkan tangannya ke atas, menyentuh atap, jika beliau berbaring, maka kepala beliau yang mullia menyentuh tembok dan kakinya mengenai tembok yang lain, karena dunia baginya tidak berarti, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Fir’aun berada di atas mimbar terbuatkan dari emas dan permadani, ia memakai sutera. Begitu juga raja Kisra, sedangkan Muhammad saw. beralaskan tanah, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Malaikat Jibril datang kepada Muhammad dengan membawa kunci-kunci kemewahan dunia dan menyerahkan kepadanya, seraya berkata, “Maukah kamu Allah memberi emas dan perak sebesar gunung?” Beliau menjawab, “Tidak, saya memilih sehari makan dan sehari lapar sampai saya berjumpa dengan Allah.”

Ketika ajal hendak menjemput beliau, dikatakan kepadanya, “Apakah kamu menghendaki dunia ? Kamu menginginkan kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman as. ? Beliau menjawab, “Tidak, justru saya ingin bersanding dengan Tuhan Yang Maha Tinggi

أقولُ ما تسمعون وأستغفرُ الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب، فاستغفروه وتوبوا إليه إنه هو الغفور الرحيم.

Mengapa Kita harus bertaqwa

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ .
فَـيَـا عِـبـَادَ اللَّـه اِتَّـقـُوا اللَّـهَ حَـقَّ تـُقـَاتِـهِ وَلاَتـَمـُوْتُـنَّ اِلاَّ وَاَنـْتـُمْ مُـسْـلِمـُوْنَ.

Saudaraku…

Risalah pokok para nabi adalah bertakwa kepada Allah. Tanpa takwa, hidup manusia tidak ada artinya. Apapun harta yang ia punya, apapum kedudukan yang ia capai, semua itu hanyalah main-main ketika tidak dibarengi dengan ketakwaan kepada Allah. Karenanya Allah swt. dalam Al Qur’an selalu mengajak kepada takwa. Dalam surah Ali Imran 102, Allah swt berfirman:

”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Saudaraku…

Bila semua Al Qur’an diringkas, intinya adalah takwa. Maka setiap cerita tentang hari kiamat dalam Al Qur’an adalah untuk meningkatkan ketakwaan. Supaya manusia tahu bahwa dunia bukan tujuan. Melainkan tempat berbekal amal saleh menuju alam akhirat. Setiap cerita tentang para nabi, juga tujuannya takwa. Supaya manusia belajar bahwa kalau ingin menjadi manusia muttaqiin tidak ada lain kecuali ikut jejak para nabi. Perhatikan Nabi Nuh mengajak kaumnya: Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”.

Saudaraku…

Jadi bertakwa kepada Allah adalah merupakan pesan dakwah yang harus senantiasa diulang-ulang di atas mimbar. Rasulullah saw. selalu memulai pesan-pesannya dengan takwa. Imam Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadits, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah saw. memberikan nasihat dengan wajah yang sangat serius. Para sahabat mengira bahwa itu adalah nasihat terakhir. Banyak para sahabat yang menangis. Isi nasihatnya ternyata hanya mengajak kepada takwa: ushikum bitaqwallahi bissam’I wath thaa’ah.. (aku berpesan agar kalian bertakwa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh mentaatinya).

Saudaraku…

Pesan takwa adalah tema yang harus senantiasa dihidupkan dalam jiwa. Sebab tidak ada lain tugas kita di dunia ini kecuali hanya menataati Allah swt. Mengapa?

(1) Sebab alam semesta yang kita tempati adalah milikNya. Maka dialah yang paling berhak diikuti aturanNya. Dan untuk itu Dia telah mengutus nabi-nabi supaya manusia tahu bagaimana cara menjalankan kewajiban kepadaNya. Jadi tidak ada alasan untuk menghidari ajaranNya.

(2) Bahwa manusia tidak Allah bekali pengetahuan kecuali sedikit. Dalam urusan dunia Allah bekalkan akal dengannya manusia bisa mengembangkan pengetahuannya. Tetapi untuk urusan kahirat akal harus tunduk kepada wahyu. Dan memang akal tidak diberi kemapuan untuk mengarang-ngarang sendiri dalam masalah cara beribadah kepada Allah. Karenanya ia harus ikut apa kata Allah dan rasulNya.

(3) Bahwa kita semua sangat tergangtung kepada nikmat-nikmatNya. Tidak ada yang kita miliki kecuali dari Allah swt. Maka alasan apa lagi untuk tidak ikut Allah. Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadzdzibaan.

(4) Bahwa kita semua adalah milik Allah. Karenanya kita pasti kelak akan kembali lagi kepadaNya. Dan kita pasti akan dimintai pertanggungjawab atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Bukan hanya nikmat harta dan fasilitas kebutuhan sehari-hari. Tetapi juga nikmat anggota tubuh seperti mata, tangan dan lain sebagainya.

Allah berfirman:

”Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka. Kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”

Dalam surah Yasin 65 Allah berfirman:

”Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

(2)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.

Rasulullah, Jiwa-Ragaku Untukmu

Oleh: Ulis Tofa, Lc


Email This Post

Dakwatuna.com - Penodaan Islam masih berlangsung di Denmark sampai saat ini, kaum muslimin di sana belum berhasil menghentikan penodaan itu. Peristiwa ini tentu menjadikan para du’at memiliki beban lebih berat. Karena itu pada rubrik khutbah perdana ini kami angkat tema tentang pembelaan terhadap Rasulullah saw, “Rasulullah, Jiwa Ragaku Untukmu”

Ibadallah,

Sungguh Allah swt menyebutkan nikmat dan karunia terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman yaitu dengan diutusnya di tengah-tengah mereka nabi Muhamamd saw. karena itu hendaknya kalian memahami kadar kenikmatan ini, dan kalian bersyukur atas nikmat tersebut, mengagungkan-Nya dan agar kalian mengikuti apa yang dibawa Muhammad saw, baik dalam tataran ilmu mapun amal. Allah swt berfirman,

”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ali Imran:164

Maka orang-orang yang beriman, ya ibadallah! adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, mereka orang-orang yang merasakan karunia besar ini, mereka menyadari kadar pemberian dengan sebenarnya. Mereka diajari Al Qur’an dan As Sunnah, meskipun mereka sebelum diutusnya Muhammad dalam kondisi kejahilaan dan kesesatan yang nyata.

Penghormatan bagimu wahai yang datang di dunia
Dari golongan mursalin dengan membawa huda
Denganmu Allah memberi kabar gembira
Kondisi hina berubah menjadi harum mewarna

Sebelum Muhammad saw diutus, kaumnya dalam kondisi sangat tercela lagi sesat, tidak mengenal mana yang baik, juga tidak mengingkari yang buruk, dalam kondisi paling jahiliyah, tuli dan buta hati. Allah swt melihat penduduk bumi yang demikian itu, sehingga akhirnya mereka dibinasakan, baik kaum Arab atau non Arab, kecuali tersisa sedikit dari golongan ahlul Kitab.

Ja’far bin Abi Thalib ra berkata, ketika ia ditanya seseorang:

”Kami sebelum ini adalah penyembah berhala, pemakan bangkai, peminum khamr, pemutus persaudaraan, pelaku zina, sampai akhirnya Allah swt mengutus di tengah-tengah kami Muhammad saw. Dan karenanya Allah swt mengeluarkan kami dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.”

Semoga Allah swt merahmati orang yang memuji nabi Muhammad saw dalam bait syairnya:

Muhammad, yang diutus membawa kasih sayang
Merubah kesesatan dan memperbaharuinya
Boleh jadi gunung menuruti kemauan Daud, bahkan besi menjadi luluh
Maka, bebatuan dan padang sahara dalam genggamannya (Muhammad) memujinya
Musa, yang mampu memancarkan air dengan tongkatnya
Di tangannya (Muhammad), air bertepuk ceria
Jika angin bisa dikendalikan oleh Sulaiman
Atau kerajaan besar yang dimiliknya,
Bahkan pasukan jin tunduk kepadanya
Maka, pintu-pintu kemegahan dunia datang kepadanya (Muhammad)
Tapi Ia tolak dengan penuh zuhud
Meskipun Ibrahim dijuluki kekasih
Dan Musa yang diajak berbicara di bukit
Dia (Muhammad) lebih menjadi kekasih,
Bahkan yang berbicara dan bertemu langsung dengan nyata
Ia pemilik perogratif syafaat udzma di saat pendosa di ujung neraka
Ia pemilik tempat duduk yang tinggi, yang paling dekat dengan-Nya
Yang paling pertama masuk surga, bahkan pintu-pintunya menanti kedatangannya

Ayyuhal mukminun,

Sunggguh kecintaan terhadap Nabi Muhammad saw merupakan tabungan di setiap hati orang beriman. Tiada seorang mukmin, kecuali ia memiliki kadar cinta kepadanya, sedikit atau banyak. Hakikat cinta terhadapnya tergantung tanda-tanda kecintaan seseorang. Maka tanyakan pada dirimu, telusuri hati dan amalmu, ketika itu Anda tahu kadar cintamu kepadanya.

Sidang Jum’at yang berbahagia,

Sungguh sahabat Nabi sangat menghormatinya, mengutamakannnya dan mencintainya, cinta sejati melebihi cinta terhadap diri mereka sendiri, keluarga dan harta mereka. Mereka mencintainya dalam ucapan-ucapan mereka, dalam perbuatan mereka, dalam tidur mereka, dalam siaga mereka, di dunia dan di akhirat, oleh karena itu mereka merasakan halawatal iman -lezatnya iman-.

Urwah bin Mas’ud menceritakan kecintaan ini sebelum ia masuk Islam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya, bahwasanya ia berkata kepada kaum Quraisy ketia ia menjadi delegasi perjanjian,

“Demi Allah, sungguh saya menjadi delegasi penting untuk raja-raja. Delegasi untuk Kaisar (Romawi), Kisra (Persia) dan Raja Najasy. Demi Allah, Saya tidak melihat ada raja satu pun yang diangungkan oleh pengikutnya melebihi pengagungan sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Jika ia memerintahkan mereka, segera mereka melaksanakan perintahnya. Ketika mereka berbicara, mereka merendahkan suara mereka di dekatnya dan mereka tidak lama memandangnya sebagai tanda penghormatan terhadapnya.”

Suatu ketika Abu Bakar As Shiddiq didatangi Rasulullah saw, seraya mengabarkan padanya perintah berhijrah. Seketika Abu Bakar menawarkan diri untuk menemaninya. Rasulullah saw menyetujuinya. Mendengar persetujuan itu, Abu Bakar menangis terharu saking gembiranya. Aisyah berkomentar, saya sebelumnya tidak menyangka kalau kegembiraan melahirkan tangisan haru, kecuali setelah yang saya lihat dari ayahku, radhiyallahu anhu.

Ali bin Abi Thalib ditanya, Bagaimana cinta Anda terhadap Rasulullah saw? Ia menjawab, “Sungguh, demi Allah beliau lebih kami cintai dari pada harta-harta kami, anak-anak kami, ayah-ayah kami, ibu-ibu kami dan dari air dingin menyegarkan di kala dahaga.”

Dari Buraidah bin Al Hashib berkata, “Kami jika berkumpul dengan Rasulullah saw tidak mengangkat kepala kami sebagai penghormatan kepadanya.” Imam Al Baihaqi.

Dari Amr bin Ash berkata, “Tidak ada seorang pun yang lebih saya cintai dibandingkan dengan Rasulullah, dan tidak ada yang lebih mulia di mataku melebihinya, saya tidak kuasa melihat dirinya, sebagai penghormatan terhadapnya. Jika saya ditanya, agar saya menceritakan tentang dirinya, saya tidak sanggup untuk itu, karena saya tidak sanggup menatap wajahnya sepenuh mata saya menatap.” Imam Muslim.

Dalam perang “Raji’” Zaid bin Ad Datsinah, salah seorang sahabat tertawan musuh. Maka Shaffan bin Umayyah membelinya untuk dibunuh sebagai ganti terbunuhnya ayahnya. Berkumpullah sekelompok orang dari Quraisy, di antara mereka ada Abu sofyan. Ketika Zaid hendak dibunuh, Abu Sofyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, apa kamu rela Muhammad sekarang menggantikan kamu di tiang salib ini dan kamu bebas bersama keluargamu? Dengan lantang Zaid menjawab,

“Demi Allah, sungguh saya tidak rela Muhammad sekarang ini di tempatnya berada mendapatkan duri sekecil apapun yang menyakitinya, sedangkan saya duduk bersama dengan keluargaku.” Abu Sofwan berkata, “Saya tidak melihat ada manusia yang lebih mencintai seseorang dibanding sahabatnya Muhammad terhadap diri Muhammad.”

Apakah kalian melihat ada cinta yang lebih besar dibanding cinta ini?!

Atau adakah yang lebih benar dari pembelaan ini?!

Ini tidak sekedar sebuah ketaatan dalam bentuk rukuk dua rekaat…

Juga bukan sekedar meninggalkan kelezatan yang menggiurkan…

Ini adalah bukti jiwa-jiwa yang dikorbankan, raga yang lelah dalam taat kepada Allah dan rasul-Nya.

Ayyuhal mukminun,

Kecintaan sahabat Rasulullah saw kepadanya di dunia sampai-sampai menjadikan mereka khwatir tidak bisa berdampingan dengannya di akhirat kelak.

Dari Asy Sya’bi berkata, “Datang seseorang dari sahabat Anshar kepada Rasulullah saw seraya berkata, “Sungguh saya lebih mencintaimu dibanding cinta saya terhadap diriku, orang tuaku, keluargaku, dan hartaku. Seandainya saya tidak mendatangi engkau, saya melihat engkau, maka saya pun juga akan meninggal. Orang tersebut menangis. Rasulullah saw bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis? Ia menjawab, “Saya ingat bahwa engkau akan meninggal dan kami pun akan meninggal. Engkau akan diangkat bersama para Anbiya’, sedangkan kami jika masuk surga tidak bersama engkau. Mendengar uraian tersebut Rasulullah terdiam, sampai akhirnya Allah swt menurunkan wahyu,

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup Mengetahui.” An Nisa’:69-70 maka Rasulullah saw berkata kepadanya, “Saya beri kabar gembira kepadamu.” Imam Al Baihaqi.

Betapa agungnya kabar gembira ini kepada sahabat agung, yang karenanya Allah swt menurunkan wahyu-Nya. Dan betapa agungnya balasan bagi yang mentaati Allah dan Rasul-Nya.

Dari Anas bin Malik berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan datangnya hari kiamat? Rasulullah saw kemudian menyuruh mendirikan shalat. Setelah selesai shalat, Rasulullah saw bertanya, “Siapa yang tadi bertanya tentang hari kiamat? Saya, wahai Rasulullah, jawab si penanya. Apa yang telah kamu persiapkan untuk datangnya hari itu? Tanya Rasulullah saw. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya tidak menyiapkan sesuatu yang besar seperti shalat dan shaum, kecuali saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah saw menjawab, “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya.” Dan Anda bersama dengan orang yang Anda cintai.” Anas berkomentar, tidak ada yang menjadikan seseorang lebih bahagia dari kabar gembira dari Rasulullah saw ini.” Imam At Tirmidzi.

Ibadallah,

Cerita salafus shalih tidak hanya sampai pada tataran klaim semata. Bahkan mereka membuktikan klaim itu dengan amal nyata, dengan menta’ati Tuhan mereka, mendahulukan keridhoan-Nya atas segalanya. Dan dengan usaha mereka dalam mengikuti nabi mereka, mempersembahkan harta mereka untuk kepentingan dakwah dan membela Nabi mereka dan agama mereka, di medan pertempuran melawan kaum kuffar. Mereka itu mewakili segala umur dan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa. Mereka tidak rela ada yang menyakitinya sedikit pun.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim bahwa Abdur Rahman bin Auf menceritakan ketika perang badar berkecamuk, ketika itu ia melihat dua anak muda belia yang lincah dan gagah berani berada di shaf depan melawan musuh. Keduanya bertanya kepada Abdur Rahman, “Wahai pamanku, tahukah engkau ciri-ciri Abu Jahal? Mengapa kamu bertanya demikian, Tanya Abdur Rahman. Ya, saya mendengar ia menghina Nabi Muhammad. Saya bersumpah untuk membunuhnya sekarang sebagai balasan tindakannya atas Nabi Muhammad. Anak muda belia yang satu pun bertanya dengan pertanyaan yang sama. Abdur Rahman kemudian menerangkan ciri-ciri Abu Jahal. Ketika keduanya melihat sosok yang dicirikan tadi, keduanya bergegas menghalau Abu Jahal dan terjadilah pertarungan sangat sengit. Abu Jahal yang bertubuh tinggi kekar mampu dibunuh oleh anak muda belia. Setelah peristiwa itu, keduanya mendatangi Rasulullah saw dan mengatakan, saya telah membunuh Abu Jahal wahai Rasulullah? Pemuda yang satu lagi juga mengklaim sama telah membunuhnya. Maka Rasulullah saw bertanya kepada keduanya, “Apakah kalian telah membersihkan darah dari pedang kalian? Keduanya menjawab, “Belum, sambil memperlihatkan pedangnya masing-masing.” Rasulullah bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.”

Lihatlah kedua pemuda belia muslim itu. Lihatlah kadar kecintaan keduanya pada Nabi mereka. Kemudian lihatlah pemuda-pemudi sekarang. Bandingkan antara keduanya dengan mereka. Siapa idola pemuda-pemudi sekarang?? Idola mereka artis, pemain bola yang berbeda agama atau bahkan tidak beragama.

Cerita pengorbanan dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad saw di kalangan kaum Hawa juga lebih seru. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Saad bin Abi Waqqash, berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw melewati seorang perempuan dari Bani Dinar yang sedang beduka cita, yaitu semua anggota keluarganya, saudaranya, ayahnya dan termasuk suami tercintanya gugur syuhada dalam perang Uhud bersama Rasulullah saw. Perempuan itu bertanya tentang kondisi Rasulullah saw. Para sahabat yang hadir menjawab, “Baik, wahai Ummu Fulan, Beliau dengan izin Allah sebagaimana yang kamu kehendaki.” Tolong saya diperlihatkan dengan baginda Rasulullah saw. Ketika ia melihat Rasulullah saw, ia bergumam, “Sungguh, mulai detik ini duka lara itu sirna.”

Uraian di atas tentang kisah cinta manusia. Bagaimana dengan kisah-kisah tentang kecintaan dan kerinduan batu-batu dan pepohonan?

روى الطبراني في الكبير عن جابر أن النبي قال: (إن بمكة حجرًا يسلم علي، إني لأعرفه إذا رأيته)

Diriwayatkan oleh Imam At Thabrani dalam kitab Al Kabir, dari Jabir bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya di Makkah ada batu yang mengucapkan salam kepadaku. Dan aku mengenalkan diriku kepadanya jika aku melihatnya.”

وفي صحيح البخاري عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما يقول: كان المسجد مسقوفًا على جذوع من نخل، فكان النبي إذا خطب يقوم إلى جذع منها، فلما صنع له المنبر وكان عليه فسمعنا لذلك الجذع صوتا كصوت العشار حتى جاء النبي فوضع يده عليها فسكنت.

Dalam sahih Bukhari disebutkan, Jabir meriwayatkan dari Abdullah ra berkata, “Sebelum ini masjid masih terdiri dari batangan pelapah kurma, Nabi ketika berkutbah berdiri di atas batangan tersebut. Ketika masjid berubah dengan dibuatkan minbar tempat baru Rasul berkhutbah, kami mendengar dari batang pelapah kurma suara seperti rintihan, sampai Nabi mendatanginya dan meletakkan tangannya di atasnya, kemudian kayu itu terdiam.”

وعند ابن خزيمة عن أنس بن مالك: فلما التزمه رسول الله سكت ثم قال: ((والذي نفسي بيده، لو لم ألتزمه ما زال هكذا حتى تقوم الساعة)) حزنا على رسول الله، فأمر به رسول الله فدفن يعني الجذع. وفي خبر جابر فقال النبي :((إن هذا بكى لما فقد من الذكر)).

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Anas bin Malik berkata, “Ketika Rasulullah memegang dan mengusapnya, pohon itu terdiam, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sekiranya saya tidak memegangnya, maka kayu itu tetap merintih sampai tibanya hari kiamat.” Sebagai bentuk duka cita atas Rasulullah saw, maka Rasulullah saw memerintahkan mengubur batang kayu tersebut. Dalam riwayat lain dari Jabir, Nabi bersabda, “Sesungguhnya batang pohon ini menangis ketika sudah tidak ada dzikir lagi di dekatnya.”

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم،( فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ) [الأعراف:157].

“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Al A’raf”157