Rabu, 13 Februari 2008

Apakah Anda Termasuk Komunitas Yang Menantikan Kehadliran Valentin


Valentine day, yang jatuh pada tanggal 14 Februari sangat digandrungi remaja (bahkan remaja kolot juga). Dihari itu orang mencoba menunjukkan cintanya dengan saling mengirim kartu kepada anggota keluarga atawa orang-orang yang dikasihi. Yang dominan sich ucapan sayang ini ditujukan buat sang do’i alias pacar tea. Biasanya ungkapan kartunya sentimental berat, penuh rayuan gombal.
Selain ngirim kartu, ada juga yang ngirim gift(hadiah),cupid(Boneka berbentuk anak kecil, kotak berhias kembang gula, gambar-gambar fantasi atau karangan bunga.And yang paling khas ngirim coklat berbentuk hati. Nggak cukup di sini, perayaan valentine day belum greng kalu nggak ngadain pesta dansa ria diiriingi lagu-lagu cinta.

 Definisi
For sure sobat-sobat bisa nemuin definisi hari valentine di tiga tempat
a. Open your Encyclopedia Americana volume XIII, page 464,”The date of the modern celebration, February 14, is believe to derive the execution of a Christian martyr, Saint valentine, on February14, 270.”Yang artinya : “ Tanggal 14 Februari itu adalah perayaan modern yang berasal dari hari dihukum matinya seorang martir atawa pahlawan Kristen, yaitu Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 270 Masehi.”
b. Kebet lagi Encyclopaedia Americana Volume XXVII halaman 860,”A day on wich lovers traditionally exchange affectionate messages and gifts. It observed on February 14, the date on wich Saint Valentine was martyred.” Indonesianye: Yaitu sebuah hari dimana orang yang sedang dilanda cinta secara tradisional saling mengirimkan pesan cinta dan hadiah-hadiah. Hari itu diperingati pada tanggal 14 Februari dimana santo Valentine mengalami martir (seseorang mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan atawa keyakinan).
c. Bongkar lagi Encyclopaedia Britannica Volume XIV hlaman 949. “The Saint Valentine who is spoken as the apposite Rhaetia and venerated in Passau as its first bishop….”. “Santo Valentine yang disebutkan itu adalah seorang utusan dari Rhaetia dan dimuliakan di Passau sebagai uskup yang pertama.

Sejarah Valentine day

Dulu banget, di kota Roma pada abad ke-4 Sebelum Masehi, perayaan kasih sayang itu sudah ada. Tanggal dan bulannya tetap sama . Namun dulu perayaan tersebut bukan dinamakan hari valentine, karena perayaan hari kasih saying itu sebenarnya buat mengjhormati dewa mereka yang bernama Lupercus.
Acara yang berbentuk upacara itu diselingi penarikan undian dalam rangka mencari pasangan. Dengan menarik gulungan kertas yang bertuliskan nama, para gadis mendapatkan pasangan lantas mereka menikah untuk jangka waktu setahun. Sesudah itu , mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau sudah sendiri, nereka menuliskan namanya untuk dimasukkan ke kotak undian lagi pada upacara tahun berikutnya.
Kegiatan rutin seperti itu sudah dilakukan kurang lebih 800 tahun lamanya. Dan ketika Katolok mulai berkembang oada saat itu, para pemimpin gereja ingin turut andil dalam perayaan tersebut, sehingga untuk mensiasatinya, mereka mencari seorang santo (Orang suci untuk agama Katolik), sebagai pengganti dewa kasih sayang Lupercus. Mereka menemukan calon pengganti Lupercus yaitu Santo Valentine, seorang uskup yang tewas sebagai martir sekitar 200 tahun sebelum masa itu.
Alasan untuk memilih Santo Valentine sebagai pengganti dewa Lupercus pada hari kasih sayang, memang nggak terlepas dari riwayat si Santo itu sendiri. Konon, ia dihukum mati Kaisat Claudius II karena melanggar dekritnya. Tahun 270, kekaisaran Roma memerlukan sejumlah tentara. Sang Kaisar megeluarkan dekrit yang melarang perkawinan. Sebab, dengan perkawinan, sang tentara dikuatirksn bakal nggak bersemangat dalam perang. Ia akan teringat terus keluarga yang ditinggalkan. Tapi uskup valentinea berusaha menolong pasangan yang sedang jatuh cinta dan ingin membentuk keluarga. Pasangan yang menikah lalu diberkati di tempat yang tersembunyi. Namun praktek itu akhirnya ketahuan juga. Lantas santo Valentine pun dihukum pancung.
Karena dasar itulah sang santo dipilih menggantikan kedudukan dewa kasih sayangnya orang Roma, Lupercus. Karena menurut mereka, peranan Uskup Valentine kepada sang pencinta amat bear.
Sesuai perkembangan, siasat pemimpiun gereja katolik itu nampaknya berhasil dengan sukses. Soalnya upacara kasih sayang tersebut jadi semacam rutinitas ritual yang bagi mereka kudu dirayakan. Dan untuk mencairkan kesan formalnya, mereka membungkusnya melalui hiburan-hiburan atau pesta-pesta yang pada saat itu nampaknya sudah amat sangat memprihatinkan. Karena dengan cara tersebut, banyak remaja-remaja yang terjebak pada pola perayaan awal hari kasih sayang. Seperti melakukan hubungan seks sesuka hatinya. Gonta-ganti pasangan semaunya. Semua yang mereka lakukan itu sebenarnya bukan lagi didasari oleh kasih sayang, akan tetapi hawa nafsu belaka.
 Valentine dalam kacamata Islam
Sebagai generasi muslim yang intelek, kita harus kritis daslam melihat suatu pesoalan, nggak level dong k-lo cuma ikut-ikutan aja. First kita harus tahu dulu gimana agama memandangnya, apa sich untung ruginya secar akal?. Termasuk tuk masalah yang satu ini, yuxs kita kupas with smart thingking.
 Yang namanya cinta adalah fitrah dan anugerah yang diberikan Allah tuk manusia. Rasulullah juga menganjurkan kita untuk memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada sesama manusia. Hanya saja , pengertian cinta dan kasih sayang yang dianjurkan Rasulullah bukan seperti perayaan hari valentinan yang cenderung memfokuskan cinta pada lawan jenis and cenderung mengumbar hawa nafsu. Akan tetapi kasih sayang yang esensinya lebih hakiki. Seperti kasih sayang kepada ortu, adik, kakak, isteri atau suami, en saudara sesama muslim. Nggak cuma segitu, kamu bahkan harus menyayangi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan. Pokoke kasih sayang seorang mulim tuh sungguh komplit!.
K-lo kita tarik garis lurus dari sejarah yang udah kita kupas tadi, sebenarnya valentinan itu merupakan bagian dari acara keagamaan umat nasrani. Bagi kita umat Islam, melibatkan simpati terhadap kegiatan dan perayaan agama lain dibatasi kedalamannya. Bahkan k-lo bersandar pada pedoman aqidah yang hakiki, kita musti tegas pada prinsip. Bagimu agamamu, bagiku agamaku (Coba buka Surat Al-kafiruun di Al-Qur’an).Dan inget nih nasihat Rasulullah SAW buat kita-kita :
“Barang siapa meniru suatu kaum , maka ia termasuk kaum itu.” (HR. abu Daud, dan sanadnya diperkua ole Ibnu Taimiyah).
So, generasi muda muslim jelas menolak! Menolak bukan berarti memusuhi, melecehkan atau mengucilkan. Bukan. Bagaimanapun Islam menekankan toleransi antar pemeluk beragama. Hanya bukan dengan dalih toleransi kita ikut merayakan kepercayan agama lain.Jadi, kita yang muslim nggak boleh turut ngeramein valentine?. K-lo kamu sangat menghargai nilai keimanan dan bercermin pada aqidah, mendingan nggak usah deh dipikirin. Lagian ngapaimn pula kasih sayang dipestain segala. Sebelum sang pastur Valentine dipenggal batang lehernya, ajaran Allah SWT from Adam AS to Muhammad SAW sudah mengutamakan konsep kasih sayang dalam liku-liku syi’arnya. Kasih sayang akan tetap berpijar di nurani apabila tertanam apabila tertanam nawaitu yang ikhlas. Terpelihara selamanya. Jadi, bukan hanya ‘hidup’ atau ‘dihidupkan’ untuk satu hari saja. Yang divisualisasikan dengan bermacam-macam cara meriah yang cenderung hura-hura. Tak jarang perayaan valentine ini diselewengkan untuk hal-hal berbau negatif en maksiat. Eh, kesannya nih, sehabis bervalentine, kasih sayang yang semula diagungkan itu bakal terlupakan atau dilupakan. Wah, bukannya itu sebuah kamuflase? Sebuah kasih saying tanpa akar keikhlasan. Sayang sekalee…
And untuk masalah cinta ini nggak bakalan ada deh yang nandingin Rasulullah SAW. Why? Beliau tuh begitu mencintai kita sebagai umatnya dan ingin sekali melepaskan kita dari siksa abadi di neraka. Beliau rela berkorban apa saja untuk berda’wah menyelamatkam umatnya. Tulusnya kasih saying beliau kepad kita sampai diabadikan Allah dalam Al-Qur’an Surat At-taubah 128 : “Sesungguhnya telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sanat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Valentin Sebagai Gerakan Kultural Anti Kekerasan

Oleh : Muhammad Muhibbuddin,Koordinator Jaringan Islam Kultural (JIK) Yogyakarta. Domisili di : JL. Minggiran MJ II 1482-B Yogyakarta 55141


Sudah menjadi pemahaman umum bahwa 14 Februari merupakan hari kasih sayang (valentine’s day). Budaya valentin yang secara geneologis merupakan produk budaya nasrani, karena terambil dari nama pendeta Roma St.Valentine, kini telah dirayakan manusia sejagad, lintas negara, suku, bangsa, ras bahkan agama.

Hal tersebut merupakan fenomena aneh dan luar biasa. Sebab, dalam kontek keberagamaan, manusia biasanya terkesan sangat ekslusif (close minded). Namun dalam hal valentin ini manusia sedunia, khususnya anak-anak muda, dengan suka rela merayakan budaya tanpa mempersoalkan dari mana budaya itu datang. Bagi masarakat nasrani pada umumnya bisa dikatakan wajar menjalankan ritual budaya itu. Karena memang itu berasal dari ajaran agama mereka.

Namun yang aneh adalah masarakat non-nasrani, khususnya masarakat muslim yang dengan suka hati ikut nimbrung merayakan valentin. Melihat fenomena ini akhirnya teringat pendapatnya Ulil Abshar-Abdallah (2003) tentang momen liminalitas, yakni saat-saat dimana batas-batas yang sering diterapkan secara ketat dalam kehidupan normal dilanggar atau malah dihancurkan.

Dalam kondisi semacam ini batas-batas primordial yang ketat, yang asalnya di buat untuk membedakan antara yang satu dengan yang lainnya akhirnya hancur dan tidak berguna lagi. Sehingga, yang terlihat adalah nuansa senang, bahagia dan penuh kebersamaan. Bagi mereka yang merayakan sudah tidak lagi mempermasalahkan apa agama kamu, apa idiologi kamu, apa keyakinan kamu dsb. Semuanya larut dalam kebahagiaan prosesi perayaan dan pesta yang mereka lakukan. Apalagi dengan perayaan valentin, masarakat sudah tidak menghiraukan lagi yang namanya agama, suku, kasta atau madzhab tertentu. Mereka larut dalam suasana cinta dan kasih sayang yang menjadi makna dari valentin itu sendiri.

Namun yang perlu dikritisi dalam perayaan valentin ini adalah bentuk-bentuk penyimpangan yang telah dilakukan oleh sebagian pihak yang merayakan valentin. Yang mana hal ini jelas sangat bertolak belakang dengan pesan moral dan sosial hari valentin. Bentuk-bentuk penyimpangan yang dimaksud diantaranya adalah sek bebas, pesta narkoba, minum-minuman keras dan hura-hura lainya yang masuk dalam kategori patologi sosial. Setiap kali hari valentin tiba maka kebanyakan anak-anak muda merayakaanya dengan aktifitas-aktifitas tersebut. Dengan alasan hari kasih sayang mereka telah memaknai valentin dengan perayaan sek bebas (free sex) dan sejenisnya. Hal-hal negatip inilah sebenarnya yang telah menjadikan makna dan fungsi esensial valentin menjadi ternodai dan terdistorsi.

Kasih sayang sosial dan kemanusiaan
Pada prinsipnya, makna valentin adalah sangat luhur. Karena pesan moral yang ada di dalamnya adalah cinta. Cinta dalam kontek ini adalah cinta yang bersumber dari hati nurani bukan dari hawa nafsu. Artinya, pesan cinta yang ada dalam valentin adalah cinta dalam arti kasih sayang, yang lebih berorientasi kepada nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Jadi bervalentin pada dasarnya adalah berusaha mengaktualisasikan komitmen kita untuk setia dan konsisten memperjuangkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan kemanusiaan berdasarkan kasih sayang.

Maka, budaya valentin dalam kontek ini tentu sangat perlu dan urgen untuk kita budayakan. Karena seperti sekarang ini, bangsa kita telah dilanda krisis kasih sayang. Perang saudara terus menghantui kita, sentimen keagamaan selalu mendapatkan momentumnya, tindak kekerasan mengalami eskalasi dan konflik terus melanda kehidupan kita. Kehidupan kita nyaris tidak pernah damai. Tragedi Poso adalah bukti konkritnya.

Kalau kita selidiki akar masalah terjadinya tindak kekerasan dan perang saudara tersebut, bukan hanya faktor struktural saja, yakni kurangnya stabilitas keamanan yang ada dinegara kita. Namun hal yang paling dominan justru faktor kultural kita yaitu karena kita kurang terbiasa untuk berkasih sayang, bahkan sebaliknya kita selalu terbiasa hidup dengan budaya kekerasan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bambang Widjoyanto (2001) bahwa kekerasan itu telah menjadi bagian dari keseharian kita. Akibat kebiasaan ini, kekerasan yang hadir setiap saat itu telah mengalami proses internalisasi dalam diri kita, budaya kekerasaan itu tanpa kita sadari sudah menjadi karakter kita sebagai kelompok masarakat dan bangsa. Karena sudah mengkristal; menjadi kaeakter hidup, maka tidak aneh kalau hobi kita sebagai anggota masarakat atau bangsa salah satunya adalah perang antar sesama.

Apa yang kita lihat, kita dengar dan kita lakukan adalah kebanyakan tindak kekerasan. Seperti sering kali kita saksikan, bagaimana saudara-sudara kita digusur, diusir dari tempat tinggalnya, bagaimana teman-teman kita sering kali di PHK secara tidak manusiawi, bagaimana saudara-saudara kita yang menjadi pekerja rumah tangga sering kali dianiaya oleh majikannya, bagaiamana mahasiswa-mahasiswa kita, ketika sedang menyampaikan aspirasinya, sering kali dihajar sampai babak belur oleh aparat keamanan dsb. Bentuk-bentuk kekerasan semacam itulah, yang tanpa kita sadari, telah merasuk dan menginternalisasi ke dalam hati kita, sehingga diri kita cenderung mudah melakukan tindak kekerasan. Kekerasan yang ada di Poso adalah salah satu imbas dari karakter budaya kita tersebut.

Bentuk kekerasan semacam itu, tidak mungkin dihilangkan hanya melalui pendekatan struktural seperti pengerahan keamanan di Poso seperti sekarang ini. Pendekatan keamanan hanya bisa digunakan meredam konflik dan kekerasan yang sifatnya instant dan temporal.Bahkan pendekatan semacam ini justru bisa menimbulkan api dalam sekam. Ketika keamanan masih aktif turun tangan maka kondisi masarakat kelihatan damai, namun didalamnya sebenarnya masih menyimpan potensi kekerasan yang sewaktu-waktu bisa meledak. Dengan demikian , disamping pendekatan struktural semacam itu, hal yang justru sangat urgen untuk meredakan konflik dan aksi kekerasan adalah melalui pendekatan kultural. Dengan pendekatan kultural ini hasil yang dicapai adalah bersifat jangka panjang dan lebih abadi. Karena penyelesaian konflik yang dicapai melalui jalur kultural lebih didasarkan pada kesadaran dan cinta dari pihak yang bertikai.

Valentin adalah salah satu metode pendekatan kultural. Melalui perayaan valentin kita akan terbiasa berbuat kasih sayang antar sesama manusia. Maka dari itu perayaan valentin ini sudah saatnya kita orientasikan untuk menjalin kasih sayang dan persaudaraan antar sesama umat manusia. Sehingga budaya cinta dan kasih sayang nantinya benar-benar menjadi karakter diri kita dan menjadi bagian yang integral kehidupan kita. Sehingga budaya kekerasan dan konflik yang telah berakar kuat dalam kehidupan kita nantinya bisa dibasmi, paling tidak, bisa diminimalisir.. Penyelesaian konflik dengan metode semacam ini tentu lebih efektif dan bertahan lama, karena penyelesaian konflik ini tidak didasarkan atas pemaksaan keamanan, melainkan atas cinta dan kesadaran.

Oleh karena itu, Cinta dan kasih sayang yang ada dalam semangat perayaan valentin harus kita maknai sebagai komitmen konkrit kita terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, bukan sebagai hura-hura pelampiasan nafsu. Ia berpotensi menjadi sarana untuk membasmi budaya kekerasan, menegakkan perdamaian dan kerukunan antar sesama manusia. Maka kalau semangat valentine tidak mengarah kepada kontek ini, dan masih cenderung hedonis dan materialis, maka valentin selamanya tidak akan berguna bagi kita. (IC)

Sumber : http://gp-ansor.org

alentin Varennikov

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari
Valentin Varennikov, Agustus 1994 setelah dibebaskan oleh Mahkamah Agung Rusia. Fotografer: Mikhail Evstafiev
Valentin Varennikov, Agustus 1994 setelah dibebaskan oleh Mahkamah Agung Rusia.
Fotografer: Mikhail Evstafiev

Valentin Ivanovich Varennikov (bahasa Rusia: Валентин Иванович Варенников) (lahir 15 Desember 1923) adalah seorang jenderal dan politikus Soviet/Rusia

Valentin Varennikov lahir dalam sebuah keluarga Kozak yang miskin di Krasnodar.

Dia menjadi perwira junior di Tentara Merah dan ikut bertempur dalam Pertempuran Stalingrad serta dalam operasi militer yang sukses untuk merebut kembali Ukraina dan Belorusia dari tentara Jerman. Varennikov menyelesaikan Perang Patriotik Besar dalam Pertempuran Berlin sebagai salah satu panglima pasukan Soviet yang merebut Reichstag.

Varennikov tinggal di Jerman Timur sebagai perwira pada pasukan Soviet. Ia ditempatkan di sana sampai tahun 1950.

Pada 1954 dia lulus dari Akademi Militer Frunze di Moskwa dan ditunjuk sebagai pangilima distrik militer bagian utara yang bertanggung jawab atas pasukan darat Soviet di wilayah Kutub

Tahun 1969, Varennikov bertanggung jawab atas Pasukan Kejutan Ketiga, dan tahun 1979 menjadi Wakil Kepala Staf Umum Soviet.

Selama tahun-tahun terakhir Perang Soviet-Afganistan, Varennikov menjadi wakil pribadi Menteri Pertahanan Uni Soviet di Kabul, dan melakukan perundingan-perundingan dengan para anggota Misi PBB yang mengawasi penarikan mundur pasukan Soviet dari Afganistan antara tahun 1988 dan 1989.

Tahun 1989, Jendral Varennikov diangkat sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Darat dan Wakil Menteri Pertahanan Uni Soviet

Tahun 1991 dalam usaha kudeta Soviet, ia bergabung dengan pasukan yang menentang pemimpin Soviet saat itu, Mikhail Gorbachev. Setelah kudeta itu gagal, Jendral Varennikov ditangkap, diadili dan dituntut bersama dengan para anggota komplotan kudeta lainnya dan dibebaskan oleh Mahkamah Agung Rusia pada 1994. Dia adalah satu-satunya dari anggota kelompok perencana kudeta yang menolak untuk menerima amnesti.

Tahun 1995, Varennikov, sebagai anggota Partai Komunis Rusia, terpilih sebagai anggota Duma Negara. Di Duma, Varennikov menjadi ketua Komisi Urusan Veteran.

Tahun 2003, dia bergabung dengan blok Rodina dan menjadi salah satu pemimpinnya.

Valentin Varennikov adalah seorang Pahlawan Uni Soviet dan memiliki gelar kehormatan Ksatria Bintang Kemuliaan serta sejumlah medali dan penghargaan Soviet, Rusia, dan negara-negara lainnya.

Dia sudah menikah, mempunyai dua anak laki-laki dan sekarang tinggal di Moskwa





Makna Valentin Dalam Lintas peradapan

Di hari-hari ini, sesekali pergilah ke mall atau supermarket besar yang ada di kota Anda. Lihatlah interior mall atau supermarket tersebut. Anda pasti menjumpai interiornya dipenuhi pernak-pernik—apakah itu berbentuk pita, bantal berbentuk hati, boneka beruang, atau rangkaian bunga—yang didominasi dua warna: pink dan biru muda.

Dan Anda pasti mafhum, sebentar lagi kebanyakan anak-anak muda seluruh dunia akan merayakan Hari Kasih Sayang atau yang lebih tenar distilahkan dengan Valentine Day.

Momentum ini sangat disukai anak-anak remaja, terutama remaja perkotaan. Karena di hari itu, 14 Februari, mereka terbiasa merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau disayanginya, terutama kekasih. Valentine Day memang berasal dari tradisi Kristen Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir semua negara, tak terkecuali negeri-negeri Islam besar seperti Indonesia.

Sayangnya, tidak semua anak-anak remaja memahami dengan baik esensi dari Valentine Day. Mereka menganggap perayaan ini sama saja dengan perayaan-perayaan lain seperti Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Padahal kenyataannya sama sekali berbeda.

Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan semacamnya sedikit pun tidak mengandung muatan religius. Sedangkan Valentine Day sarat dengan muatan religius, bahkan bagi orang Islam yang ikut-ikutan merayakannya, hukumnya bisa musyrik, karena merayakan Valentine Day tidak bisa tidak berarti juga ikut mengakui Yesus sebagai Tuhan. Naudzubilahi min Dzalik. Mengapa demikian?

SEJARAH VALENTINE DAY

Sesungguhnya, belum ada kesepakatan final di antara para sejarawan tentang apa yang sebenarnya terjadi yang kemudian diperingati sebagai hari Valentine. Dalam buku ‘Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen: So What?” (Rizki Ridyasmara, Pusaka Alkautsar, 2005), sejarah Valentine Day dikupas secara detil. Inilah salinannya:

Ada banyak versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.

Menurut pandangan tradisi Roma Kuno, pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing.

Di zaman Roma Kuno, para pendeta tiap tanggal 15 Februari akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa.
Setelah itu mereka minum anggur dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu.

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata.

Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.

Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuann itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.

Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.

Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.

TRADISI KIRIM KARTU

Selain itu, tradisi mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan Santo Valentine. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentine tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis.

Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.

Lantas, bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi.

Disadari atau tidak, demikian Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala.

Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!

Silang sengketa siapa sesungguhnya Santo Valentine sendiri juga terjadi di dalam Gereja Katolik sendiri. Menurut gereja Katolik seperti yang ditulis dalam The Catholic Encyclopedia (1908), nama Santo Valentinus paling tidak merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, yakni: seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas.

Bahkan Paus Gelasius II, pada tahun 496 menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini, walau demikian Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus.

Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Jenazah itu kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.

Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi di dalam gereja. Pada hari itu, sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 dengan alasan sebagai bagian dari sebuah usaha gereja yang lebih luas untuk menghapus santo dan santa yang asal-muasalnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan mitos atau legenda. Namun walau demikian, misa ini sampai sekarang masih dirayakan oleh kelompok-kelompok gereja tertentu.

Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo Valentine yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi pada tahun 1969. Beberapa kelompok gereja Katolik masih menyelenggarakan peringatan ini tiap tahunnya.

KEPENTINGAN BISNIS

Kalau pun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan hingga sekarang, bahkan ada kesan kian meriah, itu tidak lain dari upaya para pengusaha yang bergerak di bidang pencetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu.

Mereka sengaja, lewat kekuatan promosi dan marketingnya, meniup-niupkan Hari Valentine Day sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang dikasihi, agar dagangan mereka laku dan mereka mendapat laba yang amat sangat besar. Inilah apa yang sering disebut oleh para sosiolog sebagai industrialisasi agama, di mana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan menjadi perayaan bisnis.

PESTA KEMAKSIATAN

Christendom adalah sebutan lain untuk tanah-tanah atau negeri-negeri Kristen di Barat. Awalnya hanya merujuk pada daratan Kristen Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan sebagainya, namun dewasa ini juga merambah ke daratan Amerika.

Orang biasanya mengira perayaan Hari Valentine berasal dari Amerika. Namun sejarah menyatakan bahwa perayaan Hari Valentine sesungguhnya berasal dari Inggris. Di abad ke-19, Kerajaan Inggris masih menjajah wilayah Amerika Utara. Kebudayaan Kerajaan inggris ini kemudian diimpor oleh daerah koloninya di Amerika Utara.

Di Amerika, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ilham untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.

Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary" kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.

Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di selutuh dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New Year), di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.

Mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami diversifikasi. Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai pengiring dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan coklat. Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan kepada perempuan pilihan.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat ‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng (perzinaan) ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day.

Perayaan Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan.

IKUT MENGAKUI YESUS SEBAGAI TUHAN

Tiap tahun menjelang bulan Februari, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau sudah banyak di antaranya yang mendengar bahwa Valentine Day adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak terlalu dipusingkan mereka. “Ah, aku kan ngerayaain Valentine buat fun-fun aja…, ” demikian banyak remaja Islam bersikap. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu?

Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya. Merayakan Valentine Day berarti pula secara langsung atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas dogma dan ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.

Nah, jika ada seorang Muslim yang ikut-ikutan merayakan Hari Valentine, maka diakuinya atau tidak, ia juga ikut-ikutan menerima pandangan yang mengatakan bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya yang di dalam Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam perbuatan musyrik, menyekutukan Allah SWT, suatu perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Naudzubillahi min dzalik!

“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, ” Demikian bunyi hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah. ”

Allah SWT sendiri di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." Wallahu'alam bishawab.